Biografi Abu Wafa' Al-Buzjani (Pengembang Trigonometri)


Tanpa ilmu trigonometri, wajah dunia tidak akan “secanggih” seperti sekarang. Tidak akan berdiri bangunan-bangunan indah, tinggi dan berstruktur kokoh, jika insinyur yang membangunnya tidak menguasai hitungan trigonometri dengan baik. Tanpa pemahaman trigonometri yang bagus, pesawat terbang maupun alat-alat berbasis mesin lainnya tidak akan bekerja dengan baik, karena mesin yang berputar akan menciptakan pola-pola trigonometri seperti sinus dan cosinus. Tanpa ilmu trigonometri, kita tidak dapat menonton TV dan mendengar musik , sebab sumber arus listrik yang dipakai memiliki pola-pola trigonometri yang harus dikuasai dengan baik. Tanpa kemampuan yang prima dalam trigonometri, sulit tercipta sistem yang sangat canggih seperti Global Positioning System (GPS). Pendek kata, tanpa kemampuan memahami trigonometri dengan baik, wajah dan keadaan dunia akan tampak “primitif “.

Ilmu trigonometri melejit pesat sejak ditemukan formula yang sekarang dikenal sebagai sinus, cosinus dan tangen. Dengan adanya formula tadi, banyak perhitungan geometri yang dapat dibuat menjadi mudah dan efisien karena tidak perlu lagi berputar-putar dan berulang-ulang.

Formula penting trigonometri yaitu sinus, cosinus diperkenalkan pertama kali oleh matematikawan muslim kelahiran Iran, Wafa Muhammad al Buzjani pada tahun 964 Masehi alias 1.050 tahun silam. Kelak bersama matematikawan muslim lainnya yaitu Al Batani, beliau merumuskan formula tangens.
Dia adalah seorang ahli matematika Muslim fenomenal di era keemasan Islam. Pada abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki seorang matematikus yang tak kalah hebat dibandingkan Khawarizmi. Matematikus Muslim yang namanya terbilang kurang akrab terdengar itu bernama Abul Wafa Al-Buzjani. “Ia adalah salah satu matematikus terhebat yang dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George Sarton dalam bukunya bertajuk Introduction to the History of Science. Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom terkenal pada zamannya.


Namanya Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Buzjani (Buzhgan, Nishapur, Iran, 940 – 997 / 998) adalah seorang ahli astronomi dan matematikawan dari Persia. Pada tahun 959, Abul Wafa pindah ke Irak, dan mempelajari matematika khususnya trigonometri di sana. Ia belajar matematika dari pamannya bernama Abu Umar al- Maghazli dan Abu Abdullah Muhammad Ibn Ataba. Sedangkan, ilmu geometri dikenalnya dari Abu Yahya al-Marudi dan Abu al-Ala’ Ibn Karnib. Dia juga mempelajari pergerakan bulan; salah satu kawah di bulan dinamai Abul Wáfa sesuai dengan namanya.

Mula – mula ia belajar matematika pada dua orang pamannya , Abu Amr al – Mughazili dan Abu Abdullah Muhammad bin Anbasa. Menurut Ibnu Al – Athar dan Ibnu Khalikan , pada tahun 348 H/959 M.Abu Wafa’ pindah ke Irak guna meneliti gerak bintang disana , dan menetap di Baghdad sampai ia meninggal pada bulan Rajb 388 H / Juli 998 M.
Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui peradaban Barat. Sebagai bentuk pengakuan dunia atas jasanya mengembangkan astronomi, organisasi astronomi dunia mengabadikannya menjadi nama salah satu kawah bulan. Dalam bidang matematika, Abul Wafa pun banyak memberi sumbangan yang sangat penting bagi pengembangan ilmu berhitung itu.

“Abul Wafa dalah matematikus terbesar di abad ke 10 M,” ungkap Kattani. Betapa tidak. Sepanjang hidupnya, sang ilmuwan telah berjasa melahirkan sederet inovasi penting bagi ilmu matematika. Ia tercatat menulis kritik atas pemikiran Eucklid, Diophantos dan Al-Khawarizmi sayang risalah itu telah hilang.

Sang ilmuwanpun mewariskan Kitab Al-Kamil (Buku Lengkap) yang membahas tentang ilmu hitung (aritmatika) praktis. Kontribusi lainnya yang tak kalah penting dalam ilmu matematika adalah Kitab Al-Handasa yang mengkaji penerapan geometri. Ia juga berjasa besar dalam mengembangkan trigonometri.

Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya sebuah dinasti Islam baru yang berkuasa di wilayah Iran. Dinasti yang ber nama Buwaih itu berkuasa di wilayah Persia — Iran dan Irak pada tahun 945 hingga 1055 M. Kesultanan Buwaih menancapkan benderanya di antara periode peralihan kekuasaan dari Arab ke Turki. Dinasti yang berasal dari suku Turki itu mampu menggulingkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad pada masa kepemim -pinan Ahmad Buyeh.

Dinasti Buwaih memindahkan ibu kota pemerintahannya ke Baghdad saat Adud Ad-Dawlah berkuasa dari tahun 949 hingga 983 M. Pemerintahan Adud Ad- Dawlah sangat mendukung dan memfasilitasi para ilmuwan dan seniman.

Dukungan itulah yang membuat Abul Wafa memutuskan hijrah dari kampung halamannya ke Baghdad. Sang ilmuwan dari Khurasan ini lalu memutuskan untuk mendedikasikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana Adud ad-Dawlah pada tahun 959 M. Abul Wafa bukanlah satusatunya matematikus yang mengabdikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana itu.

Matematikus lainnya yang juga bekerja di istana Adud ad-Dawlah antara lain; Al- Quhi dan Al-Sijzi. Pada tahun 983 M, suksesi kepemimpinan terjadi di Dinasti Buwaih. Adyd ad-Dawlah digantikan puteranya bernama Sharaf ad-Dawlah. Sama seperti sang ayah, sultan baru itu juga sangat mendukung perkembangan matematika dan astronomi. Abul Wafa pun makin betah kerja di istana.

Membangun Observatorium

Kecintaan sang sultan pada astronomi makin memuncak ketika dirinya ingin membangun sebuah observatorium. Abul Wafa dan temannya Al-Quhi pun mewujudkan ambisi sang sulatan. Observatorium astronomi itu dibangun di taman istana sultan di kota Baghdad. Kerja keras Abul Wafa pun berhasil. Observatorium itu secara resmi dibuka pada bulan Juni 988 M.

Untuk memantau bintang dari observatorium itu, secara khusus Abul Wafa membangun kuadran dinding. Sayang, observatorium tak bertahan lama. Begitu Sultan Sharaf ad-Dawlah wafat, observatorium itu pun lalu ditutup. Sederet karya besar telah dihasilkan Abul Wafa selama mendedikasikan dirinya di istana sultan Buwaih.

Abadi di Kawah Bulan

Abul Wafa memang fenomenal. Meski di dunia Islam modern namanya tak terlalu dikenal, namun di Barat sosoknya justru sangat berkilau. Tak heran, jika sang ilmuwan Muslim itu begitu dihormati dan disegani. Orang Barat tetap menyebutnya dengan nama Abul Wafa. Untuk menghormati pengabdian dan dedikasinya dalam mengembangkan astronomi namanya pun diabadikan di kawah bulan.

Di antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim yang dimiliki peradaban Islam, hanya 24 tokoh saja yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat pengakuan dari Organisasi Astronomi Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui IAU sebagai nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun 1935, 1961, 1970 dan 1976. salah satunya Abul Wafa.

Kebanyakan, ilmuwan Muslim diadadikan di kawah bulan dengan nama panggilan Barat. Abul Wafa adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama asli. Kawah bulan Abul Wafa terletak di koordinat 1.00 Timur, 116.60 Timur. Diameter kawah bulan Abul Wafa diameternya mencapai 55 km. Kedalaman kawah bulan itu mencapai 2,8 km.

Lokasi kawah bulan Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya berdekatan dengan sepasangang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di sebelah baratdaya kawah bulan Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah timur laut terdapat kawah bulan yang lebih besar bernama King. Begitulah dunia astronomi modern mengakui jasa dan kontribusinya sebagai seorang astronom di abad X.

Trigonometri Matematika

Salah satu jasa terbesar yang diberikan Abul Wafa bagi studi matematika adalah trigonometri. Trigonometri berasal dari kata trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur. Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum sinus. Selain itu, sang matematikus pun mencetuskan metode baru membentuk tabel sinus. Ia juga membenarkan nilai sinus 30 derajat ke tempat desimel kedelapan. Yang lebih menga gumkan lagi, Abul Wafa membuat studi khusus tentang tangen serta menghitung sebuah tabel tangen.

Jika Anda pernah mempelajari matematika tentu pernah mengenal istilah secan dan co-secan. Ternyata, Abul Wafa'-lah yang pertama kali memperkenalkan istilah matematika yang sangat penting itu. Abu Wafa dikenal sangat jenius dalam bidang geometri. Ia mampu menyelasikan masalah-masalah geometri dengan sangat tangkas.

Trigonometri memiliki hubungan dengan geometri, meskipun ada ketidaksetujuan tentang apa hubungannya; bagi beberapa orang, trigonometri adalah bagian dari geometri. Dalam trigonometri, Abul Wafa telah memperkenalkan fungsi tangen dan memperbaiki metode penghitungan tabel trigonometri. Ia juga tutur memecahkan sejumlah masalah yang berkaitan dengan spherical triangles.

Secara khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi identitas trigonometri. Inilah rumus yang dihasilkannya itu:
sin(a + b) = sin(a)cos(b) + cos(a)sin(b)
cos(2a) = 1 - 2sin2(a)
sin(2a) = 2sin(a)cos(a)
Selain itu, Abul Wafa pun berhasil membentuk rumus geometri untuk parabola, yakni:
x4 = a and x4 + ax3 = b.
Rumus-rumus penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga kini masih bertahan. Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru matematika membuktikan bahwa Abul Wafa adalah matematikus Muslim yang sangat jenius.

Buah pemikirannya dalam matematika sangat berpengaruh di dunia Barat. Pada abad ke-19 M, Baron Carra de Vaux mengambil konsep secan yang dicetuskan Abul Wafa. Sayangnya, di dunia Islam justru namanya sangat jarang terdengar. Nyaris tak pernah ada pelajaran sejarah peradaban Islam yang diajarkan di Tanah Air mengulas dan memperkenalkan sosok dan buah pikir Abul Wafa. Sungguh ironis.

Abu Wafa’ juga memberikan metode baru penyusunan daftar – daftar sinus. Bahkan sejumlah ahli matematika Eropa telah membahas masalah – masalah terpisah yang ditangani oleh Abu Wafa’ , misalnya Delambre dalam ”Histoire de La’astronomie an Moyen Age" dan H. Suter dalam Encyclopedia of Islam, tetapi teksnya yang lengkap belum pernah diterbitkan.

Karya Beliau

Beberapa kitab bernilai yang ditulisnya antara lain; Kitab fima Yahtaju Ilaihi al- Kuttab wa al-Ummal min ‘Ilm al-Hisab sebuah buku tentang aritmatika. Dua salinan kitab itu, sayangnya tak lengkap, kini berada di perpustakaan Leiden, Belanda serta Kairo Mesir. Ia menulis “Kitab al-Kamil” yang berisi formula-formula matematika. Ia juga menulis kita "Ilm al Hisab" yang berisi konsep dasar teorema dan hitungan aritmatika, dan "Ilm al Handsa" yang berisi formula problem dan solusi dari geometri terapan. Ketiga buku tersebut sangat tebal, masing-masing sekira 800 halaman. Enam hingga sepuluh abad kemudian, bukunya menjadi rujukan para ahli astronomi dan geometri seperti Tycho Brache, Gauss dan Lobachevsky.

Dalam geometri, ia menulis “Kitab fima Yahtaj Ilaih as-Suna’ fi ‘Amal al-Handasa”. Buku itu ditulisnya atas permintaan khusus dari Khalifah Baha’ ad Dawla. Salinannya berada di perpustakaan Masjid Aya Sofya, Istanbul. Kitab al-Majesti adalah buku karya Abul Wafa yang paling terkenal dari semua buku yang ditulisnya. Salinannya yang juga sudah tak lengkap kini tersimpan di Perpustakaan nasional Paris, Pran cis.

Sayangnya, risalah yang di buatnya tentang kritik terhadap pemikiran Euclid, Diophantus serta Al-Khawarizmi sudah musnah dan hilang. Sungguh peradaban modern berutang budi kepada Abul Wafa. Hasil penelitian dan karya-karyanya yang ditorehkan dalam sederet kitab memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi pengembangan ilmu pengetahun, terutama trigonometri dan astronomi.

Wafat

Sang matematikus terhebat di abad ke-10 itu tutup usia pada 15 Juli 998 di kota Baghdad, Irak. Namun, hasil karya dan pemikirannya hingga kini masih tetap hidup.

Sumber

http://id.wikipedia.org/wiki/Abul_Wafa_Muhammad_Al_Buzjani
http://blogringan.wordpress.com/2010/07/07/abu-al-wafa-muhammad-al-buzjani/
http://ash-shirathalmustaqim.blogspot.com/2010/05/tokoh-genius-muslim-abu-al-wafa-al.html
http://klipingut.wordpress.com/2008/01/01/wafa-muhammad-al-buzjani-mengilhami-alat-penentu-lokasi-gps/

No comments:

Powered by Blogger.