Keindahan Sifat Tawadhu' Syaikh Utsaimin
Inilah yang kemudian beliau terapkan dalam diri beliau. Beliau adalah sosok yang menyenangkan, sederhana, murah senyum, tawadhu’, menghormati manusia, bahkan kepada yang lebih muda sekalipun. Tidak hanya itu, beliau juga suka bercanda dengan mereka.
Dikisahkan bahwa suatu ketika beliau datang ke Jeddah. Setelah pertemuan, beliau diundang oleh sekian banyak orang – orang berpangkat. Namun, dengan baik beliau menolak tanpa menyinggung perasaan mereka dan mengatakan, “Undangan kalian telah didahului. Aku sudah diundang oleh salah seorang anak muda.”
lalu beliau berjalan menuju seorang anak muda yang masih sekolah di bangku tsanawiyah (setingkat SMA kalo di Indonesia), kemudian memegang tangannya dan mengatakan kepada mereka, “Dia lebih dahulu mengundangku daripada kalian, dan aku menyambut undangannya.”
Orang – orang sangat heran dan terpana melihat ketawadhu-annya.
Di kesempatan yang lain, saat beliau di Makkah di musim haji, seseorang bertemu beliau dan mengundangnya, “Ya Syaikh, saya berharap, Anda mau menyambut undangan saya walau sekali saja dan Anda mau duduk bersama saudara – saudara dan keluarga saya.”
Beliau pun menjawab, “Di mana alamatmu ?”
“Di Jeddah,” jawabnya.
Syaikh menyahut, “kalau engkau mau menunggu sampai selesai haji, saya akan datang. Atau kalau engkau undang saya di Makkah, saya juga akan datang.”
Akhirnya orang tersebut mengundang beliau di Makkah seraya berucap, “Wahai Syaikh, kapan saya mesti datang untuk menjemput Anda ?” tanya orang itu.
beliau justru mengatakan, “Tidak, aku yang akan mendatangimu.” Lalu beliau mengambil alamat rumahnya.
pada waktu yang ditentukan beliau datang. Beliau dipersilakan masuk. Tuan rumah pun menyiapkan perekam untuk merekam nasihat – nasihat beliau. Sejenak, tuan rumah masuk untuk mengambil suguhan teh dan memanggil saudara – saudaranya. Setelah keluar, ternyata Syaikh telah pindah dari tempat duduknya dan menyiapkan sendiri alat perekam untuk didekatkan ke stop kontak. Tuan rumah pun begitu terkesan dengan sikap tawadhu‘ beliau.
Syaikh lalu mengatakan, “Jangan kamu memberat – beratkan diri. Bubur kacang di Makkah ini enak. Itu sudah cukup untuk makan malamnya.”
Sikap tawadhu‘ yang luar biasa. Ibarat sihir, kata – kata dan sikap yang sangat mengena pada jiwa tuan rumah.