Sejarah Tafsir Al-Quran Pada Periode Sahabat

Friday, October 04, 2013

Tafsir Priode Sahabat - Sahabat adalah orang yang bertemu (sezaman) dengan Nabi SAW dalam keadaan iman, kemudian wafat dalam keadaan Islam. Menurut Ibnu Hajar orang yang masuk Islam setelah wafatnya Nabi SAW, tidak dihitung Sahabat. Dan sesungguhnya telah datang penafsiran dari para Sahabat, maka disebut Tafsir Bil Ma'tsur.

Penafsiran Sahabat adalah penafsiran ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW, dengan dasar keterangan atau nukilan dari Nabi. Penafsiran ini dilakukan sesudah Nabi wafat.
Para sahabat adalah pelopor-pelopor yang pertama, yang mendapatkan pendidikan dalam asuhan Nabi.

Ketika al-Qur’an diturunkan Allah kepada Rasul, beliau berada ditengah-tengah Sahabat. Beliau menjelaskan ayat-ayat yang Mujmal dan menguraikan kemusykilan-kemusykilannya. Para Sahabatlah yang menyaksikan konteks dan situasi serta kondisi dimana al-Qur’an diturunkan. Namun hanya sedikit sekali hadis dari Nabi yang menerangkan tentang Tafsir.

Dari Aisyah berkata:
Nabi menafsirkan hanya beberapa ayat saja, menurut petunjuk yang diberikan oleh Jibril.

Karena itulah, atsar para Sahabat dipandang perlu dan penting ketika menafsirkan ayat dalam al-Qur’an. Kemudian, mengenai kedudukan hukum Tafsir dengan atsar Sahabat adalah marfu’ seperti diriwayatkan dari Imam al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak, bahwa tafsir yang dinukilkan dari Sahabat dihukumkan sebagai marfu’. Pendapat yang demikian ini adalah pendapat yang paling umum dan yang dinisbatkan kepada Imam Bukhori dan Muslim.

Di lain pihak, Ibnu Shalah berkata:
Tafsir Sahabat itu hukumnya marfu’, apabila digantungkan pada sebab-sebab turunnya ayat, atau yang dalam tafsirannya tidak menggunakan Ro’yu. Jika demikian, selama tidak disandarkan kepada Rosulullah maka hukumnya Mauquf.
Kemudian Zarkasyi mengajukan pendapatnya mengenai peringatan Nabi untuk tidak melakukan penafsiran Qur’an menurut pendapat sendiri sebagai berikut:
“Jika hadis ini kuat, maka barang siapa yang berbicara mengenai al-Qur’an semata-mata berdasarkan pendapatnya sendiri, tanpa bertumpu pada sesuatu pun kecuali ucapannya sendiri, walaupun dia benar, akan sesat dari jalan yang benar, ini karena ia suatu pendapat tanpa bukti apapun”.
Kemudian Zarkasyi mengutip sebuah hadis Rasul yang mendukung penafsiran pribadi:
“al-Qur’an itu lembut, mampu terhadap berbagai jenis penafsiran. Maka tafsirkanlah menurut jenis yang terbaik”.
Alasan lain diterimanya penafsiran pribadi adalah kebutuhan untuk menjadikan al-Qur’an relevan dengan setiap waktu dan keadaan.

Adapun metode sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an adalah; Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan bahasa, adat apa yang mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya.

Penafsiran shahabat yang didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama dengan hadist marfu’. Atau paling kurang adalah Mauquf.

Imam Suyuthy dalam kitabnya Al-Itqan mengatakan, tokoh mufassir pada masa ini adalah:
  1. Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali)
  2. Abdullah bin Abbas
  3. Abdullah bin Mas’ud
  4. Ubay bin Ka’ab
  5. Zaid bin Tsabit
  6. Abdullah bin Zubair
  7. Abu Musa Al-Asy'ary, dan
  8. Aisyah. 
Sedangkan dalam buku "Terjemah Tafsir Al-Maraghi" yang diterbitkan PT. Karya Toha Putra Juz 1 halaman muqaddimah xii. Disana disebutkan ada 10 tokoh mufassir dalam masa sahabat tanpa menyebutkan Ummu Mukmini Aisyah.

Tafsir dari para Sahabat ini disambut oleh segolongan tokoh-tokoh Tabi’in yang tersebar diberbagai kota dan berkembang menjadi Tobaqoh Mufassir, antara lain:

1. Thabaqat Ulama Mekkah
Di Mekkah muncul ulama-ulama yang belajar dari Ibnu ‘Abbas, seperti: Mujahid, Atha bin Abi Robah, Ikrimah Maula Ibn ‘Abbas, Sa’id Ibn Jubair, Thaus ibn Kaisan dan lain-lain.

2. Thobaqat Ulama Madinah
Di Madinah para mufassir belajar dari Ubay bin Ka’ab. Mereka yang terpandang adalah Zaid Ibn Aslam, Abul ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab al-Kurdhi.

3. Thabaqat Ulama Kufah
Di Kufah terdapat murid-murid dari Ibnu Mas’ud, mereka seperti Masruq Ibn al Ajda’, ‘Alqomah bin Qois, Aswad bin Yazid, Murroh al-Hamdaniy, ‘Amir Asy-Sya’biy, Hasan Al-Bashri, dan Qotadah bin Da’amah.

Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan do’a dari Rasulullah.

Sebab sedikitnya riwayat dari ketiga orang sahabat yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman, dapat ditinjau kembali dari pendapat As-Suyuthy, yaitu karena pendeknya masa jabatan mereka disamping mereka meninggal lebih dahulu. Dari segi yang lain karena mereka bertiga hidup pada suatu masa dimana kebanyakan penduduk mengetahui dan pandai tentang Kitabullah, sebab mereka selalu mendampingi Rasulullah SAW. Karenanya, mereka mengerti dasar rahasia-rahasia penurunan, lagi pula mengetahui makna dan hukum-hukum yang terkandung dalam ayatnya. Sedang Ali r.a. hidup berkuasa setelah khalifah yang ketiga, yaitu pada masa dimana daerah Islam telah meluas. Banyak orang-orang luar Arab yang memeluk Islam sebagai agama baru. Generasi keturunan shahabat banyak yang merasa perlu untuk mempelajari Al-Qur'an serta memahami rahasia-rahasia dan hikmah-hikmahnya. Karena itu wajarlah riwayat daripadanya begitu banyak melebihi riwayat yang dinukil dari tiga khalifah lainnya.

Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa diantara mereka tidak sama kemampuannya memahami Al-Quran –tentang lafadh yang gharib dan mutasyabihat-, tetapi sebagian dari mereka memahami lebih dari yang lain. [Tafsirul wal Mufasirun 1/36]

Berikut ini kami akan membicarakan sedikit terperinci tentang kalangan sahabat yang terkenal dengan tafsir Al-Qur'annya.

Abdullah Ibnu Abbas

Abdullah ibnu Abbas (w 68H di Thaif) adalah seorang sahabat yang digelah "lautan ilmu" dan guru para mufassir. Riwayat-riwayat tafsir yang bersumber dari beliau sangat banyak.

Ia adalah orang yang ternama dikalangan ummat Islam. Ia adalah anak paman Rasulullah SAW, yang pernah dido'akan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata-kata, "Ya Allah berilah pemahaman tentang urusan agama dan berilah ilmu kepadanya lentang ta'wil".

Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur'an. Ibnu Mas'ud berkata, "Penterjemah Al-Qur'an yang paling baik adalah Abdullah bin Abbas." Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur'an.

Penyusun kitab Kasyfuz zunnun mengatakan, "jalur-jalur periwayatan yang paling dianggap sah dari Abdullah ibnu Abbas adalah:
  1. Jalur Ali ibnu Abi Talhah Al-hasyimy (w 143 H). Dari jalur inilah Imam Al-Bukhari berpegang dalam kitab shahihnya.
  2. Jalur Qais ibnu Muslim Al-Kufy (w 120 H) dari Ata' Ibnu As-Sa'ib.
  3. Jalur Ibnu Ishaq, penyusun kitab As-Sirah.
  4. Jalur Abu Nasr Muhammad Ibnu As-Sa'ib Al-Kalby (w 146 H). Namun demikian, jalur ini terbilang paling lemah, lebih-lebih mendapat persetujuan dari Muhammad ibnu Marwan As-Suddy As-Shagir (w 186 H)
Juga telah diterbitkan sebuah kitab tafsir yang dinisbatkan kepada Abdullah ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Fairuzzabadi - pengarang kamus Al-Muhit, dengan nama Tanwirul-Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas.

Pada waktu beliau masih berusia muda, para pemuka sahabat mereka telah menyaksikan kebolehannya bahkan ia dapat menandingi mereka pula dapat menggugah keajaiban mereka dengan usianya yang sangal muda. Umar r.a. pernah mengikutsertakan Abdullah dalam Majelis Permusyawaratan bersama-sama dengan tokoh-tokoh Sahabat untuk bermusyawarah. Ia seringkali disodori permasalahan. Karena Umar menampilkan Ibnu Abbas maka agak sedikit mengundang perdebatan dikalangan sahabat. Diantara mereka ada yang mengatakan "Kenapa anak kecil ini dimasukkan bersama-sama kita". Kami punya anak yang lebih besar/tua umurnya dibanding dengan dia.

Dia mempunyai biografi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an sebagai berikut:

Riwayat Al-Bukhari
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jabir, dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: "Umar mengikutkanku bersama tokoh-tokoh perang Badar. Dikalangan mereka ada yang bertanya dalam dirinya, lalu mengemukakan pendapat; "Kenapa anak ini diikutsertakan bersama kami padahal kami sungguh mempunyai anak yang seusia dengannya?" Umar menjawab: Dia adalah seorang yang sudah kalian ketahui, ia adalah orang yang terkenal kecerdasannya dan pengetahuannya. Pada suatu ketika, Umar memanggil mereka dan mengikutkanku bersama mereka hanya sekedar diperkenalkan kepada mereka. Tiba-tiba

Umar (memberi kesempatan pada mereka untuk bertanya) berkata: "Apakah pendapat sekalian tentang firman Allah: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (QS. An-Nashr: 1).

Sebagian mereka ada yang berpendapat: "Kami diperintah menuju Allah dan meminta ampun pada-Nya, tatkala kami dibantu oleh-Nya dan diberi kemenangan". Sebagain mereka yang lain bungkam seribu bahasa. Umar bertanya kepadaku: Bagaimana dengan pendapatmu (hai Ibnu Abbas). Aku jawab: "Tidak benar! Lalu menurut anda bagaimana?" Aku menjawab:

"Persoalannya adalah tentang ajal Rasulullah SAW dimana Allah memberitahukan kepadanya".

Ia (Ibnu Abbas) menafsirkan/penaklukan Makkah. Itu adalah suatu tanda tentang ajalmu (hai Muhammad) karena itu bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan istighfarlah (mohon ampun) kepada-Nya. Sungguh ia adalah Penerima Taubat". Seraya Umar berkata: "Demi Allah, saya tidak mengetahui kandungannya sebelum engkau jelaskan".

Kisah tersebut menyatakan begitu hebatnya daya kemampuan pemahaman serta pendapat Ibnu Abbas dalam menyimpulkan petunjuk Al-Qur'an yang tidak dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang mendalam ilmu pengetahuannya. Tidaklah aneh kalau Ibnu Abbas menempati kedudukan yang tinggi dalam memahami rahasia kandungan Al-Qur'an karena Rasul telah mendo'akannya agar dia diberi pemahaman dan pendalaman dalam urusan Agama sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas sendiri dimana ia berkata: Rasul menyekapku seraya beliau bersabda:

"Ya Allah berilah ia pemahaman dalam urusan Agama dan berilah ia pengetahuan tentang ta'wil".

Dalam riwayat lain redaksionalnya: "Ya Allah berilah ia pengetahuan tentang hikmah pengetahuan yang sungguh mendalam". Ibnu Abbas dikenal dengan sebutan lautan karena begitu luas ilmunya. Diriwayatkan bahwa salah seorang datang kepada Abdullah bin Umar, ia menanyakan tentang langit dan bumi semula bersatu kemudian keduanya kami belah. Ibnu Umar menjawab: "Datanglah kepada Ibnu Abbas dan tanyakanlah kepadanya." Setelah anda tanyakan, kembali lagi dan jelaskan kepadaku". Orang tersebut pergi bertanya kepada Ibnu Abbas dan ia memberikan jawaban: "Langit bersatu (ratqan) maksudnya tidak turun hujan, dan yang dimaksud dengan bumi ratqan tidak tumbuh tanaman/gersang, kemudian Ia (Allah) menurunkan hujan dan menumbuhkan tanaman-tanaman.

Setelah itu orang tersebut kembali kepada Ibnu Umar untuk memberitahukan hasilnya, seraya berkata: "Aku dulu telah mengatakan dengan geleng kepala karena keberanian Ibnu Abbas dalam hal menafsirkan Al-Qur'an, sekarang aku telah mengetahui benar bahwa ia telah dikaruniai ilmu".

Diriwayatkan pula bahwa Umar ibnu Khattab pada suatu ketika bertanya kepada Sahabat-sahabat Nabi: "Siapa yang menjadi sebab turunnya ayat di bawah ini, menurut pendapat kalian?" Seraya Umar membacakan ayat: "Apakah ada salah seorang diantaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur......" (QS. Al-Baqarah: 66)

Mereka menjawab: "Allah Yang Maha Tahu". Umar marah seraya berkata: "Jawab! Tahu atau tidak!" Ibnu Abbas menjawab: "Ada sedikit yang tergores dalam hatiku". Umar berkata: "Hai anak saudaraku, katakanlah dan janganlah anda merasa minder/rendah diri". Ibnu Abbas berkata: "ayat itu dijadikan suatu contoh perbuatan". Umar berkata: "Perbuatan apa?". Ibnu Abbas menjawab: "Seorang yang kaya lagi taat kepada Allah, ia didatangi oleh syaitan, dan terperdaya untuk melakukan maksiat sehingga amal perbuatannya tenggelam". (HR. Al-Bukhari).

Semuanya itu berikut dengan contoh-contohnya adalah menyatakan tentang keistimewaan ilmu pengetahuan Ibnu Abbas dan pemahamannya yang begitu luas sejak beliau berusia muda. Oleh karena itu ia tergolong dalam barisan tokoh pembesar Sahabat, ia sebagai pemuka umat yang sangat pandai dengan disaksikan oleh kalangan Sahabat itu sendiri.

Guru-guru Ibnu Abbas
Diantara Guru-guru besar yang mengajar ilmu kepada Ibnu Abbas selain Rasulullah SAW, yang mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap daya pikiran dan kebudayaannya, antara lain Umar Ibnu Khattab, Ubay ibnu Ka'ab, Ali Ibnu Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit. Kelima orang tersebut adalah guru-gurunya yang tetap. Dari merekalah hampir semua ilmu dan budayanya didapat. Mereka sangat berpengaruh dalam mengarahkan Ibnu Abbas kepada masalah ilmu pengetahuan yang sangat mendalam.

Murid-murid Ibnu Abbas
Banyak dari kalangan Tabi'in yang mempelajari ilmu pengetahuan dari Ibnu Abbas. Diantara mereka yang paling terkenal adalah murid-muridnya yang menukil tafsir dan ilmunya yang melimpah ruah. yaitu: Sa'id Ibnu Jubair, Mujahid ibnu Jabar Al-Khazramy, Thawus ibnu Kysan Al-Yamany, Ikrimah Maula (hamba) yang dimerdekakan oleh Ibnu Abbas, Atha' ibnu Abi Rabbah. Mereka itu adalah murid-murid yang paling terkenal dimana mereka memindahkan lembaga ilmiah, buah pena Ibnu Abbas ke dalam tafsir yang sampai pada kita sekarang.

Abdullah Ibnu Mas'ud

Sahabat lain yang terkenal sebagai ahli tafsir dan menukilkan atsar (hadits) Rasul kepada kita ialah Abdullah ibnu Mas'ud r.a. Ia adalah salah seorang yang pertama untuk Islam. Usia beliau pada waktu itu enam tahun, dimana belum ada di muka bumi ini seorang anak yang masuk Islam selain dia. Ia adalah seorang pembantu Rasulullah SAW, sering memakaikan sandalnya dan sarung, pergi bersama-sama beliau sebagai penunjuk jalan. Dari segi hubungan kenabian ia adalah seorang yang sangat baik lagi pula terdidik. Karena pertimbangan itulah sahabat lain memandangnya sebagai seorang sahabat yang lebih banyak mengetahui bidang Kitabullah Al-Qur'an, mengetahui tentangmuhkam dan mutasyabih, halal dan haram.

As-Suyuthy mengatakan:
"Yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud tentang tafsir adalah lebih banyak daripada yang diriwayatan dari Ali.......".
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud: "Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya. tidak ada satu suratpun yang diturunkan oleh Allah yang tidak saya ketahui dimana turunnya. Tidak ada satu ayat Al-Qur'an pun yang tidak saya ketahui dalam kasus apa diturunkannya. Kalau aku tahu ada seorang yang lebih tahu dariku tentang Kitab Allah dan bisa ditempuh dengan kendaraan unta, niscaya akan kudatangi rumahnya.....". Diriwayatkan oleh para Tabi'in daripadanya.

Ubay bin Ka'ab

Ubay bin Ka’ab bin Qois al-Anshary al-Hazraji, yang juga dikenal sebagai Abul Mundzir, berasal dari suku Khazraj di Madinah. Dia dianggap sebagai orang yang berpengetahuan luas, yang mampu menulis dan membaca sebelum Islam. Dikisahkan, Allah memerintahkan Rosul untuk membacakan al-Qur’an dihadapan Ubay. Juga diriwayatkan Imam Tirmidzi dengan sanadnya sendiri yang bersambung kepada Anas bin Malik, dikatakan bahwa ketika Surah al-Alaq diturunkan, Rosul mendatangi Ubay dan bersabda, “Jibril memerintahkan aku akan mendatangi kamu agar kamu mencatat (surah itu) dan menghafalkannya”. Ubay bertanya, sambil menangis, “Ya Rasul Allah, apakah Allah menyebut namaku kepada Paduka?”. Rasul menjawab: “Ya”.

Zaid bin Tsabit

Zaid bin Tsabit bin Adh-Dhahhak bin Zaid bin Lauzan adalah seorang penulis wahyu. Berasal dari suku Khazaraj Di zaman Kholifah Abu Bakar beliau bertugas menghimpun Al-Qur’an dan ikut serta dalam tugas yang sama pada masa Kholifah Utsman bin Affan.

Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari meriwayatkan melalui sanadnya sendiri, dari Qatadah, dari Anas ra berkata: “pada masa Rosulullah SAW, al-Qur’an dihimpun oleh empat orang sahabat, semuanya dari kalangan Anshar, yaitu : Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Abu Zaid”.

No comments:

Powered by Blogger.