Ilmu Tajwid (Tahsin Tilawatil Quran)

Friday, November 01, 2013
Pengertian Ilmu Tajwid atau Tahsin

Tajwīd (تجويد) secara harfiah bermakna melakukan sesuatu dengan elok dan indah atau bagus dan membaguskan, tajwid berasal dari kata Jawwada (جوّد-يجوّد-تجويدا) dalam bahasa Arab. Dalam ilmu Qiraah, tajwid berarti mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara membunyikan atau mengucapkan huruf-huruf yang terdapat dalam kitab suci al-Quran maupun bukan.

Istilah (terminologi) ialah:

إ ِخْرَاجُ كُلّ ِحَرْفٍ مِنْ مَخْرَجِهِ مَعَ إِعْطَائِهِ حَقَّهُ وَ مُسْتَحَقَّهُ
“Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya masing-masing sesuai dengan hak dan mustahaqnya.”

Haq huruf yaitu sifat asli yang senantiasa ada pada setiap huruf atau seperti sifat Al-jahr, Isti’la, dan lain sebagainya. Hak huruf meliputi sifat-sifat huruf dan tempat-tempat keluar huruf.

Mustahaq huruf yaitu sifat yang sewaktu-waktu timbul oleh sebab-sebab tertentu ,seperti; izh-har, ikhfa, iqlab, idgham, qalqalah, ghunnah, tafkhim, tarqiq, mad, waqaf, dan lain-lain.

Imam Ali bin Tholib mengatakan bahwa Tajwid adalah mengeluarkan setiap huruf dari makhrojnya dan memberikan hak setiap huruf (yaitu sifat yang melekat pada huruf tersebut seperti qolqolah, Hams, dll) dan mustahaq huruf (yaitu sifat-sifat huruf yang terjadi karena sebab-sebab tertentu, seperti izhar, idghom, dll.)


Pengertian lain dari ilmu tajwid ialah menyampaikan dengan sebaik-baiknya dan sempurna dari tiap-tiap bacaan ayat al-Quran.

Pengertian tahsin (تحسين) secara bahasa sama seperti pengertian tajwid yang berasal dari kata حَسَّنَ- يُحَسِّنُ- تَحْسِيْنًا yang berarti membaguskan atau memperbaiki.

Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini adalah makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf), shifatul huruf (cara pengucapan huruf), ahkamul huruf (hubungan antar huruf), ahkamul maddi wal qasr (panjang dan pendek ucapan), ahkamul waqaf wal ibtida’ (memulai dan menghentikan bacaan) dan al-Khat al-Utsmani.

Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid (Tahsin)

Para ulama menyatakan bahwa hukum bagi mempelajari tajwid itu adalah fardhu kifayah tetapi mengamalkan tajwid ketika membaca al-Quran adalah fardhu ain atau wajib kepada lelaki dan perempuan yang mukallaf atau dewasa.

Dalil kewajiban membaca Alquran dengan tajwid adalah sebagai berikut:

1. Firman Allah SWT

وَرَتِّلِ الْقُرْ ا نَ تَرْتِيْلًا..
“Dan bacalah AlQuran dengan tartil.” (Q.S. Al-Muzzammil 73: 4).

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah Azza Wa Jalla memerintahkan Nabi Shallallaahu’alaihi wasallam untuk membaca Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan setiap huruf-hurufnya (bertajwid).

Firman Allah Azza Wa Jalla yang lain:

“Dan Kami (Allah) telah bacakan (Al-Qur’an itu) kepada (Muhammad ) secara tartil (bertajwid)”. (Q.S. Al-Furqaan (25): 32)

Firman Allah Azza wa Jalla:

“Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 121)

Dan mereka tidak akan membaca dengan sebenarnya kecuali harus dengan tajwid, kalau meninggalkan tajwid tersebut maka bacaan itu menjadi bacaan yang sangat jelek bahkan kadang-kadang bisa berubah arti. Ayat ini menunjukkan sanjungan Allah Azza wa Jalla bagi siapa yang membaca Al Qur’an dengan bacaan sebenarnya.

2. Sabda Rasul:

إ ِقْرَؤُوْا الْقُرْآَنَ بِلُحُوْنِ الْعَرَبِ وَ أَصْوَاتِهَا (رواه الطبران)
“Bacalah AlQuran dengan cara dan suara orang Arab yang fasih”. (HR. Thabrani)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah –Semoga Allah meridhainya- (istri Nabi Shallallaahu’alaihi Wasallam), ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan dan sholat Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam, maka beliau menjawab: “Ketahuilah bahwa Baginda Shallallaahu’alaihi wasallam sholat kemudian tidur yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi, kemudian Baginda kembali sholat yang lamanya sama seperti ketika beliau tidur tadi, kemudian tidur lagi yang lamanya sama seperti ketika beliau sholat tadi hingga menjelang shubuh. Kemudian dia (Ummu Salamah) mencontohkan cara bacaan Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam dengan menunjukkan (satu) bacaan yang menjelaskan (ucapan) huruf-hurufnya satu persatu.” (Hadits 2847 Jamik At-Tirmizi).

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah Ibnu ‘Amr, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ambillah bacaan Al-Qur’an dari empat orang, yaitu: Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubai bin Ka’ad.” (Hadits ke 4615 dari Sahih Al-Bukhari).

Dalam hadits lain:

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya bagaimana bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab bahwa bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan panjang-panjang kemudian dia membaca “Bismillahirrahman arrahiim” memanjangkan (bismillah) serta memanjangkan (ar rahmaan) dan memanjangkan ar rahiim.” (HR. Bukhari)

3. Ijma' Ulama
Seluruh qura’ telah sepakat tentang wajibnya membaca Al Qur’an dengan tajwid.

4. Fatwa Para Ulama
Ibnu Al Jazary "Tidak diragukan lagi bahwa mereka itu beribadah dalam upaya memahami Al Qur’an dan menegakkan ketentuan-ketentuannya, beribadah dalam pembenaran lafadz-lafadznya, menegakkan huruf yang sesuai dengan sifat dari ulama qura’ yang sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam." (Annasyr 1/210)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah "Adapun orang yang keliru yang kelirunya itu tersembunyi (kecil) dan mungkin mencakup qira’at yang lainnya, dan ada segi bacaan di dalamnya, maka dia tidak batal shalatnya dan tidak boleh shalat di belakangnya seperti orang yang membaca “as sirath” dengan ‘sin’, pergantian dari “ash shirath, karena itu qira’at yang mutawatir." (Majmu’ Fatawa 22/442 dan 23/350)

Dari fatwa ini bisa kita ambil kesimpulan:
  1. Tidak selayaknya seorang yang masih salah dalam bacaan (kesalahan secara tersembunyi) untuk menjadi imam shalat, lalu bagaimana dengan yang mempunyai kesalahan yang fatal seperti yang tidak bisa membedakan antara ‘sin’ dengan ‘tsa’ atau ‘dal’ dengan ‘dzal’, yang jelas-jelas merubah arti.
  2. Secara tidak langsung Syaikhul Islam telah mewajibkan untuk membaca Al Qur’an dengan tajwid karena kesalahan kecil itu tidak sampai merubah arti, beliau melarang untuk shalat di belakangnya, lalu bagaimana dengan kesalahan yang besar.
Syaikh Nashiruddin Al Albany "Ketika ditanya tentang perkataan Ibnul Jazary tersebut di atas, maka beliau mengatakan kalau yang dimaksud itu sifat bacaannya di mana Al Qur’an itu turun dengan memakai tajwid dan dengan tartil maka itu adalah benar, tapi kalau yang dimaksud cuma lafadz hurufnya maka itu tidak benar." (Al Qaulul Mufid fii Wujub At Tajwid, hal. 26)

Asy Syaikh Makki Nashr "Telah sepakat seluruh umat yang terbebas dari kesalahan tentang wajibnya tajwid mulai zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai zaman sekarang ini dan tidak ada seorang pun yang menyelisihi pendapat ini." (Nihayah Qaul Mufid hal. 10)

Sumber: Panduan Praktis Tajwid & Bid’ah-bid’ah Seputar Al Qur’an serta 250 Kesalahan dalam Membaca Al Fatihah, penulis: Al Ustadz Abu Hazim bin Muhammad Bashori, penerbit: Maktabah Daarul Atsar, Magetan. Hal. 33-38.

Dalam Kitab tajwid fii ahkamit tajwid dijelaskan:

"Tidak ada perbedaan pendapat bahwa mempelajari ilmu tajwid hukumnya fardlu kifayah, sementara mengamalkannya (ketika membaca alqur'an) hukumnya fardlu 'ain bagi setiap muslim dan muslimah yang telah mukallaf."

Dalam kitab Nihayah menyatakan:

“Sesungguhnya telah ijma’ (sepakat) semua imam dari kalangan ulama yang dipercaya bahwa tajwid adalah suatu hal yang wajib sejak zaman Nabi SAW sampai dengan sekarang dan tiada seorangpun yang mempertikaikan kewajiban ini.”

Syekh Ibnul Jazari (Ulama pakar ilmu tajwid dan qiro’at) dalam syairnya mengatakan:

وَ الْأَخْذُ بِالتَّجْوِيْدِ حَتْمٌ لَازِمٌ # مَنْ لَمْ يُجَوِّدِ القُرْآَنَ اَثِمٌ
لِأَنَّهُ بِهِ الْإِلَهُ اَنْزَلَ # وَ هَكَذَا مِنْهُ اِلَيْنَا وَ صَلَا

“Membaca AlQuran dengan tajwid hukumnya wajib, Siapa saja yang membaca AlQuran tanpa memakai tajwid hukumnya dosa, Karena sesungguhnya Allah menurunkan AlQuran berikut tajwidnya. Demikianlah yang sampai pada kita dari-Nya.”

Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid (Tahsin Tilawah)

Tujuan utama mempelajari ilmu tajwid dalam rangka tahsin tilawah adalah menjaga lidah dari kesalahan ketika membaca Al-Quran. 

Firman Allah s.w.t menegaskandalam suroh (al-Muzammil: 4) yang artinya “Bacalah al-Quran itu dengan tartil.”
Tartil ialah membaguskan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dengan terang dan teratur,mengenal tempat-tempat waqaf, sesuai dengan aturan-aturan tajwid dan tidak terburu-buru.

Pada zaman Rasulullah s.a.w, al-Quran dibaca dengan penuh penghayatan dan bertajwid. Justeru, kita digalakkan untuk membaca al-Quran dengan baik agar dapat memberi kesan kepada diri kita.

Aisyah r.a meriwayatkan, Rasulullah s.a.w bersabda, yang Artinya “Orang yang mahir dengan al-Quran (hafalan dan bacaannya yang amat baik danlancar) kedudukannya di akhirat adalah bersama para malaikat yang mulia dan taat,adapun orang yang membaca al-Quran dan tersekat-sekat dalam bacaannya, sedangianya amat payah, baginya adalah dua pahala.”[HR. Bukhari dan Muslim]

Dan kesalahan dalam membaca Al-Quran ada dua macam :

Al-Lahnul Jaliy  (ا َلَّلحْنُ اْلجَلِيْ)
Kesalahan yang terlihat dengan jelas baik dikalangan awam maupun para ahli tajwid.
• perubahan bunyi huruf dengan huruf lain
• perubahan harakat dengan harakat lain
• memanjangkan huruf yang pendek atau sebaliknya.
• Mentasydidkan huruf yang tidak seharusnya atau sebaliknya.

Adalah kesalahan yang terjadi ketika membaca lafadh-lafadh dalam Alqur’an yang dapat mengubah arti dan menyalahi ‘urf qurro. Melakukan kesalahan ini, hukumnya HARAM.

Yang termasuk kesalahan jenis ini antara lain
  1. Kesalahan makhroj (titik/tempat keluarnya) huruf. Kesalahan ini biasanya terjadi pada pengucapan huruf-huruf yang hampir serupa, seperti : ‘a (‘ain) dibaca a (hamzah), dlo dibaca dho, dza dibaca da, tsa dibaca sa, ha dibaca kha, thi dibaca ti , dan sebagainya.
  2. Salah membaca mad, yaitu yang seharusnya dibaca pendek (1 ketukan) dibaca lebih panjang (2 ketukan atau lebih) dan sebaliknya. Misalnya: Laa (aa dibaca panjang; artinya TIDAK) dibaca La (a dibaca pendek; artinya SUNGGUH-SUNGGUH)
  3. Salah membaca harokat. Contohnya: kharokat di akhir kata benda, karena kharokat akhir kata menunjukan jabatan kata itu dalam kalimat. Contoh: yarfa’ullohu (artinya: Allah mengangkat) di baca yarfa’ulloha (artinya menjadi: dia mengangkat Allah).
Al-Lahnul Khofiy  (اَلّلحْنُ اْلخَفِيْ)
Kesalahan ringan yang tidak diketahui secara umum, kecuali oleh orang yang memiliki pengetahuan mengenai kesempurnaan membaca Al-Quran. Diantaranya:

• hukum-hukum pembacaan seperti membaca mad wajib muttashil atau lazim dengan dua atau tiga harakat
• tidak menerapkan kaidah ghunnah pada huruf-huruf yang seharusnya dibaca dengan ghunnah.

Contoh :
أَنْزَلَ – يُنْفِقُوْنَ – وَمَا أَنْزَلَ مِنْ قَبْلِكَ – إِذَا جَآءَ

Adalah kesalahan yang terjadi ketika membaca lafadh-lafadh dalam Alqur’an yang menyalahi ‘urf qurro namun tidak mengubah arti. Melakukan kesalahan ini hukumnya makruh.

Yang termasuk kesalahan jenis ini antara lain: kesalahan dalam membaca dengung (idghom, ikhfa’, iqlaab, dll), kesalahan (lebih/kurang panjang) dalam membaca mad, kesalahan menampakkan sifat huruf (seperti: hams, qolqolah, keliru membaca tahkhim/tarqiq), dan lain sebagainya.

Kesalahan membaca Alqur’an, baik yang jaly maupun yang khofiy, tetaplah sebuah kesalahan. Bila kesalahan itu tetap muncul, maka bacaan Alqur’an kita tidak lagi sesuai dengan bacaan saat pertama kali Alqur’an diturunkan. Karena itu, marilah kita belajar ilmu tajwid ini, mudah-mudahan kita terhindar dari segala kesalahan dalam membaca Alqur’an.

Dengan demikian hal ini menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim, bahwa kita harus menjaga dan memelihara kehormatan, kesucian, dan kemurnian al-Qur’an dengan cara membaca al-Qur’an secara baik dan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwidnya.

Pengarang Ilmu Tajwid

Siapakah yang pertama kali mengarang ilmu tajwid? Jawabannya adalah dilihat dari dua sisi, sisi teori dan sisi praktek. Dari sisi teori terjadi perselisihan tentang siapa yang pertama kali mengarang ilmu tajwid. Ada yang mengatakan Al Khalil Ahmad Al-Furahaidi, ada juga yang mengatakan Abu Aswad Ad-Duali dan terakhir mengatakan Abu Ubaid Al Qasim Bin Salam.

Adapun dari sisi praktek, beliau adalah Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya kemudian diikuti oleh para sahabat, para tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka sehingga sampai kepada kita secara mutawatir.

Tingkatan Bacaan Qur'an (Qiro'at)

Terdapat empat tingkatan atau mertabat bacaan Al Quran yaitu bacaan dari segi cepat atau perlahan:

Pertama At- Tahqiq: Bacaannya seperti tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf dari makhrajnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung. Tingkatan bacaan tahqiq ini biasanya bagi mereka yang baru belajar membaca Al Quran supaya dapat melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dengan tepat dan betul, atau lebih tepat dipakai untuk proses belajar mengajar atau dunia pendidikan.

Kedua Al-Hadr: Bacaan yang cepat dengan tetap menjaga hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadr ini biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dalam waktu yang singkat.

Ketiga At-Tadwir: Bacaan yang pertengahan antara tingkatan bacaan tartil dan hadr, dengan tetap menjaga hukum-hukum tajwid.

Keempat At-Tartil: Bacaannya perlahan-lahan, tenang dan melafazkan setiap huruf dari makhrajnya secara tepat serta menurut hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungkan maknanya, hukum dan pengajaran dari ayat.Tingkatan bacaan tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makhraj-makhraj huruf, sifat-sifat huruf dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini adalah lebih baik dan lebih diutamakan.

Keutamaan Al-Quran

a. Mendapat syafa'at di hari Qiyamat.
Dari Abi Umamah RA, ia berkata : “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Bacalah oleh kamu sekalian AlQuran, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari qiamat sebagai penolong bagi para pembacanya.” (HR. Muslim).

b. Mendapat derajat yang tinggi.
Dari Aisyah RA, ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW : “Orang yang membaca AlQuran dengan mahir, akan bersama-sama malaikat yang mulia lagi taat, dan orang yang membaca AlQuran dengan terbata-bata dan merasa berat, maka ia mendapat dua pahala.” (HR. Bukhari).

c. Merupakan ciri keimanan seseorang.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari RA, ia berkata : Telah berkata Rasulullah SAW : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca AlQuran, bagaikan buah Utrujjah, harum baunya dan lezat rasanya. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca AlQuran, bagaikan buah kurma, tidak harum dan rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca AlQuran, bagaikan bunga (rihanah), harum baunya dan pahit rasanya. Dan orang munafik yang tidak membaca AlQuran bagaikan buah Handzalah, tidak harum dan rasanya pahit.” (HR. Bukhari dan Muslim).

d. Mendapat kebaikan.
Dari Ibnu Mas’ud RA, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

Membaca Al Quran dengan suara merdu adalah sunnah. Suara yang merdu membantu seseorang untuk menghadirkan kekhusyukan hati dan membantunya mendengarkan Al Quran dengan baik.

Mari bergabung dengan menyatukan niat untuk senantiasa berusaha dan istiqamah membaca ayat-ayat Allah Tabaraka wa Ta'ala dengan Tartil.

Disusun oleh Akhi Zulfan Afdhilla

Sumber

No comments:

Powered by Blogger.