Fungsi Hadits Terhadap Al-Quran

Wednesday, October 15, 2014

Pada dasarnya hadist Nabi SAW adalaha sejalan dengan Al-Qu’ran, karena keduanya bersumber dari wahyu. Menurut Al-Syathibi, tidak ada satu pun permasalahan yang dibicarakan oleh hadist kecuali maknanya telah ditunjukkan oleh Al-Qu’ran, baik secara umum (ijmali) atau secara trperinci (tafshili), dalam firman Allah surat AL-Qalam ayat 4 telah menjelaskan tentang kepribadian Rasul SAW sebagain berikut:
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Dalam menafsirkan ayat diatas, ‘A’isyah r. a. Mengatakan
Sesungguhnya ahklaknya (Nabi SAW) adalah Al-Qur’an.
Atas dasar itu, menurut Al-Syathibi, dapat disimpulkan bahwa seluruh perkataan, dan taqrir Rasul SAW adalah merujuk dan bersumber dari Al-Qur’an .

Meskipun demikian , sebahagian besar hadist adalah lebih bersifat operasional , karena fungsi utama Hadist Nabi SAW adalah sebagai penjelas (Al-bayan) terhadap Al-Qur’an .[1]

Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam, diantaranya:

Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah Fi Makanatiha Wa Fi Tarikhiha menulis bahwa sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan Al-Qur’an, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak di perselisihkan, yaitu sebagai bayan Ta’kid dan bayan Tafsir.

Imam malik bin Annas, menyebutkan ada lima macam fungsi hadist terhadapm Al-qur’an, yaitu: Bayan Al-Taqrir, Bayan Al-Tafsir, Bayan Al-Tafshil, Bayan Al-Ba’ts, Bayan Al-Tasyri’. Sedangkan imam Syafi’i menyebutkan ada lima fungsi yaitu: Bayan Al-Tafshil, Bayan At-Takhshish, Bayan Al-Ta’yin, Bayan Al-Tasyri’, Bayan Al-Nasakh.[2]

a. Bayan Al-Taqrir.

Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-qur’an. Contoh :
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadist ini mentaqrirkan surah Al-baqarah: 185
Artinya: “..................... Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,...................” (QS. Al-Baqarah:185)

b. Bayan Al-Tafsir.

Yang dimagsud bayan al-Tafsir adalah hadist berfungsi untuk memberi penjelasan secara rinci terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan batasan(taqyid) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan(takhsish) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat umum.

1) Menjelaskan secara rinci terhadap ayat Al-qur’an:
“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat” (HR. Bukhari)
Hadist ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci tentang pendirikan shalat. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”(Al-Baqarah:43)
2) Memberi batasan terhadap ayat Al-qur’an:
“Rasulullah SAW didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadist ini menberi batasan terhadap ayat:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah:38)
3) Mengkhususkan keumuman ayat Al-qur’an:
“Kami kelompok para nabi tidak meninggalkan harta waris, apa yang kami tinggalkan adalah sebagai sedekah.”
Hadis ini mengkhususkan Ayat:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ..................” (QS. An-Nisa’: 11)

c. Bayan At-Tasyri’

Dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah mewujudkan sesuatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an. Bayan ini jugaa disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada dalam Al-Qur’an.

Hadits bayan at-tasyri’ ini merupakan hadits yang diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits lainnya. Ibnu Al-Qayyim pernah berkata bahwa hadits-hadits Rasulullah Saw itu yang berupa tambahan setelah al-Qur’an merupakan ketentuan hukum yang patut ditaati dan tidak boleh kitaa tolak sebagai umat Islam.

Suatu contoh dari hadits dalam kelompok ini adalah tentang hadits zakat fitrah yang berbunyi:
Artinya: “Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulam Ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.”
Hadits yang termasuk bayan Tasyri’ ini wajib diamalkan sebagaimana dengan hadits-hadits yang lainnya.

d. Bayan An-Nasakh

Kata An-Nasakh dari segi bahasa adalah al-itbal (membatalkan), Al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan). Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian. Imam Hanafi membatasi fungsi bayan ini hanya terhadap hadits-hadits muawatir dan masyhur saja. Sedangkan terhadap hadits ahad ia menolaknya.

Salah satu contoh hadits yang biasa diajukan oleh para ulama adalah hadits;
Artinya; “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”. 
Hadits ini menurut mereka me-nasakh isi Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180:
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”(QS:Al-Baqarah:180)

Footnote

[1]DR. Nawir Yuslem, MA.Ulumul Hadist Hal 68-71
[2] Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta; Bulan Bintang, 1980), H. 176-188 (http://ceriamakalalag.blogspot.com/2013/09/hadis-sebagai-sumber-ajaran-islam.html)

3 comments:

Powered by Blogger.