Ketika Dunia Islam Sedang Mengistimewakan Kucing, Dunia Barat Malah Membantainya

Saturday, November 25, 2017
Cat resting on a pillow next to an imam in Cairo, by John Frederick Lewis
Berbicara mengenai kucing tentunya kita sepakat bahwa makhluk tuhan yang satu ini memang lucu dan mengemaskan. Dan kucing juga merupakan hewan peliharaan populer seluruh dunia. Bahkan sejak dahulu. Nah, perlu kamu ketahui bahwa kucing juga merupakan hewan yang diistimewakan dalam Islam.

Rasulullah sendiri diyakini memiliki kucing lucu bernama Muezza. Suatu saat, dikala nabi hendak mengambil jubahnya, di temuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai diatas jubahnya.

Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu, nabi pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya.

Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, nabi menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu sebanyak 3 kali.

Jadi apabila Rasul menerima tamu, beliau sering menganggkat dan memangkunya dipangkuan beliau. Salah satu sifat Mueeza yang Nabi sukai ialah ia selalu mengeong ketika mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti mengikuti lantunan suara adzan.

Rasulullah juga berpesan untuk memperlakukan kucing dengan baik, yaa, tidak hanya dengan kucing saja juga dengan kahluk-makhluk hidup lainnya. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari bahwa ada seorang wanita yang dihukum dalam neraka hanya dikarenakan mengurung seekor kucing dan tidak memberinya makan sedikitpun.

Tidak hanya Nabi, sahabat Nabi juga mencintai kucing. Namanya Abdurrahman bin Sakhr Al Azdi ia digelari dengan sebutan Abu Hurairah (bapaknya kucing kecil) . Itu karena ia di sela sela ia mengembala kambing  Abu Hurairah selalu bermain dengan kucing kecilnya di saat siang hari dan jika malam sudah tiba, kucing tersebut di letakkan di atas pohon lalu  Abu Hurairah pulang kerumahnya.

Pada abad ke-13, sebagai bukti penghargaan masyarakat Islam, rupa kucing dijadikan sebagai ukiran cincin para Khalifah, termasuk porselen, patung hingga mata uang. Bahkan di dunia sastra, para penyair sering membuat syair bagi kucing peliharaannya yang telah berjasa melindungi buku-buku mereka dari gigitan tikus dan serangga lainnya.

Dalam buku Cats of Cairo disebutkan, pada masa dinasti Mamluk, Baybars Al Zahir, seorang Sultan yang juga pahlawan garis depan dalam Perang Salib sengaja membangun taman-taman khusus bagi kucing dan menyediakan berbagai jenis makanan di dalamnya. Tradisi ini telah menjadi adat istiadat di berbagai kota-kota besar negara Islam.

Hingga saat ini, mulai dari Damaskus, Istanbul, hingga Kairo, masih bisa kita jumpai kucing-kucing yang berkeliaran di pojok-pojok masjid tua dengan berbagai macam makanan yang disediakan oleh penduduk setempat.

Sayang di eropa pada abad 14 (antara tahun 1346 dan 1353) banyak kucing dibantai. Ketika itu di Eropa sedang terjadi wabah mematikan yang menewaskan sepertiga populasi orang Eropa. Wabah ini dikenal dengan nama 'Great Mortality' atau 'Great Plague'. Istilah 'Black Death' dicetuskan pada 1350 oleh astronom Belgia, Simon de Covino.

Black Death atau Maut Hitam adalah salah satu pandemik paling mematikan dalam sejarah manusia. Wabah yang diyakini disebabkan bakteri Yersinia pestis itu menyebar ke seluruh Eropa. Pada tahun 1400-an, wabah membinasakan penduduk di 1.000 desa di Inggris. Diperkirakan 25 juta orang meninggal karena Black Death.

Sejumlah orang Eropa menuding sekelompok orang seperti kaum Yahudi, pengemis, penderita lepra, dan bahkan biarawan sebagai biang keladi.

Lainnya menuding hewan. Yang paling terkenal adalah terkait kucing pembawa kutukan dan kaitan binatang karnivora itu dengan setan. Kucing, terutama yang berwarna hitam, dianggap jelmaan setan. Mereka menganggap kucing adalah sihir setan atau pembawa bencana, hingga dibantainya kucing-kucing disana.

Orang-orang Eropa terus membantai kucing selama 300 tahun. Mereka sangat rentan pada wabah, ketika pagebluk itu kembali menyerang Benua Biru pada tahun 1600-an.

Faktanya, Penyebaran wabah tersebut bermula dari seranggga -- umumnya kutu -- yang terinfeksi melalui kontak langsung dengan hewan pengerat termasuk di antaranya tikus dan marmut yang terinfeksi wabah.

Setelah tikus mati, kutu menggigit manusia dan menyebarkannya ke orang-orang. Wabah menyebar dari Asia Tengah, lewat Mediterania, ke Eropa, ketika para pelaut mencapai Crimea pada tahun 1343.

Berkurangnya populasi kucing dan meningkatnya populasi tikus membuat wabah ini membabi buta.

Bukti nyata dari adanya pembantaian ini adalah adanya festival Kattenstoet di Belgia. seperti yang saya kutip dari tulisannya H. Dicky Aditya dalam galamedianews.com menceritakan bagaiamana awalnya muncul festival ini.

Satu waktu di kota Ypres, populasi tikus sempat melonjak seiring meningkatnya produksi kain di kota tersebut. Banyaknya jumlah tikus menyebabkan munculnya berbagai penyakit. Untuk mengendalikan populasi tikus ini, masyarakat memanfaatkan kucing sebagai pembasminya.

Namun, seiring berkurangnya jumlah tikus, populasi kucing terus meningkat. Pada saat itulah pembunuhan masal terhadap kucing mulai dilakukan. Masyarakat menganggap kucing membawa roh jahat dan mereka membasminya menggunakan cara-cara barbar mulai dari membakar dan menyimpan abunya hingga melemparnya dari atas menara gereja.

Masyarakat meyakini, semakin buruk bisnis yang mereka jalankan, maka semakin banyak kucing yang harus dibunuh untuk membuang sial. Praktik kejam ini terus berlanjut dan rutin dilakukan hingga 1817. Ritual baru dihentikan ketika seekor kucing selamat saat dilemparkan dari atas menara gereja.

Pada 1938, ritual tersebut masih dilakukan namun anak-anak gereja tidak lagi mengorbankan kucing melainkan menggantinya dengan boneka kucing. Kegiatan tersebut kemudian dijadikan sebagai festival lokal pada tahun 1950an dan mengisinya dengan parade kucing yang meriah.

No comments:

Powered by Blogger.