Pengertian Hadits Qudsi (Hadits Rabbani atau Ilahi)

Sunday, October 06, 2013

Definisi Hadits Qudsi menurut bahasa.
Istilah “hadis qudsi” terdiri dari dua kata: “hadis” dan “qudsi”.
"Hadis” artinya ‘perkataan, perbuatan, atau persetujuan seseorang’,
• Sedangkan “qudsi”, secara bahasa, artinya ‘suci’, yang selanjutnya digunakan untuk menyebut istilah yang dinisbahkan kepada Allah ta’ala.
Secara istilah definisi hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah).

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis qudsi

Al-Jurjani mengatakan,
الحديث القدسي هو من حيث المعنى من عند الله تعالى ومن حيث اللفظ من رسول الله صلى الله عليه وسلم فهو ما أخبر الله تعالى به نبيه بإلهام أو بالمنام فأخبر عليه السلام عن ذلك المعنى بعبارة نفسه فالقرآن مفضل عليه لأن لفظه منزل أيضا
Hadis qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, al-Quran lebih utama dibanding hadis qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya. (at-Ta’rifat, hlm. 133)
Sementara al-Munawi memberikan pengertian,

الحديث القدسي إخبار الله تعالى نبيه عليه الصلاة والسلام معناه بإلهام أو بالمنام فأخبر النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك المعنى بعبارة نفسه
Hadis qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau. (Faidhul Qodir, 4/468).

Demikian pendapat mayoritas ulama mengenai hadis qudsi, yang jika kita simpulkan bahwa hadis qudsi adalah hadis yang maknanyadiriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah, sementara redaksinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan inilah yang membedakan antara hadis qudsi dengan al-Quran. Dimana al-Quran adalah kalam Allah, yang redaksi berikut maknanya dari Allah ta’ala.

Kemudian, ada ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadis qudsi. Diantaranya az-Zarqani. Menurut az-Zarqani, hadis qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari Allah. Sementara hadis nabawi (hadis biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar ijtihad Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara redaksi hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Az-Zarqani mengatakan,

الحديث القدسي أُوحيت ألفاظه من الله على المشهور والحديث النبوي أوحيت معانيه في غير ما اجتهد فيه الرسول والألفاظ من الرسول
Hadis qudsi redaksinya diwahyukan dari Allah – menurut pendapat yang masyhur – sedangkan hadis nabawi, makna diwahyukan dari Allah untuk selain kasus ijtihad Rasulullah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Manahil al-Urfan, 1/37)
Berdasarkan keterangan az-Zarqani, baik al-Quran maupun hadis qudsi, keduanya adalah firman Allah. Yang membedakannya adalah dalam masalah statusnya. Hadis qudsi tidak memiliki keistimewaan khusus sebagaimana al-Quran. (simak: Manahil al-Urfan, 1/37)

Contoh hadis qudsi:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau riwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allah berfirman,

أَناَ عِندَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَ أَناَ مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنيِ، فَإِن ذَكَرَني فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأِ خَيرٍ مِنهُمْ

“Aku sesuai anggapan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku sendiri maka Aku akan mengingatnya pada diri-Ku, namun jika dia mengingat-Ku di sekelompok orang maka Aku akan menyebut-nyebut namanya di kelompok makhluk yang lebih baik.”[2]

Istilah Lain Hadits Qudsi

Hadis qudsi juga sering diistilahkan dengan “hadis rabbani” atau “hadis ilahi”[1]. Sedangkan hadis yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bukan dalam bentuk riwayat dari Allah, disebut “hadis nabawi”.

Diantara ulama yang menggunakan istilah hadis ilahi adalah Syaikhul Islam sebagaimana beberapa keterangan beliau di Majmu’ Fatawa dan Minhaj as-Sunnah. Demikian pula al-Hafidz Ibnu Hajar.

Dalam salah satu pernyataannya, al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
الأحاديث الإلهية: وهي تحتمل أن يكون المصطفى صلى الله عليه وسلم أخذها عن الله تعالى بلا واسطة أو بواسطة
Hadis Ilahi ada kemungkinan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dari Allah tanpa perantara atau melalui perantara. (Faidhul Qodir, 4/468).
Sementara ulama yang menggunakan istilah hadis Rabbani diantaranya adalah Jalaluddin al-Mahalli, salah satu penulis tafsir Jalalain. Dalam salah satu pernyataannya,
الْأَحَادِيثَ الرَّبَّانِيَّةَ كَحَدِيثِ الصَّحِيحَيْنِ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
Hadis Rabbani itu seperti hadis yang disebutkan dalam dua kitab shahih: “Saya sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku. (Hasyiyah al-Atthar ’ala Syarh al-Mahalli).

Bentuk-Bentuk Periwayatan Hadits Qudsi

Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :

Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang diriwayatkannya dari Allah ‘azza wa jalla”.

Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzarradliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman:

“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara kalian”.

Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.

Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman : Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”.

Perbedaan Al-Quran dan hadis qudsi

Perbedaan Alquran dan hadis qudsi adalah sebagai berikut[3]:
Al-Qur’an:
  1. Lafal dan maknanya dinisbahkan kepada Allah
  2. Telah bernilai ibadah meski semata-mata dibaca
  3. Disyariatkan untuk dibaca ketika shalat
  4. Menjadi mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, tidak ada seorang pun yang bisa membuat kitab seperti Alquran
  5. Dinukil secara mutawatir
  6. Pasti sahih dan benar
Hadits Qudsi :
  1. Maknanya dinisbahkan kepada Allah, sedangkan lafalnya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  2. Tidak bernilai ibadah jika semata-mata dibaca. Membaca hadis qudsi bernilai ibadah jika bertujuan untuk mempelajarinya
  3. Tidak boleh dibaca ketika salat
  4. Tidak termasuk mukjizat. Karena itu, banyak orang yang membuat hadis qudsi palsu
  5. Ada yang dinukil dengan tidak mutawatir
  6. Ada yang sahih dan ada yang lemah

Perbedaan Al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi

Untuk perbedaan antara Al-Quran, Hadits Qudsi, dan juga Hadits Nabawi silahkan dibaca di postingan selanjutnya disini Pengertian Al-Quran, Hadits Qudsi, Hadits Nabawi dan Perbedaannya.
Setelah kita mengetahui masing-masing dari definisi al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi, maka ada baiknya kita juga membahas tentang perbedaan ketiga hal tersebut juga pengertian dari ketiga hal tersebut.

Hadits Qudsi jumlahnya sedikit. Buku yang terkenal mengenai hal ini adalah Al-Ittihafaat As-Sunniyyah bil-Hadiits Al-Qudsiyyah karya Abdur-Ra'uf Al-Munawi (103 H) yang berisi 272 hadits.

FOOTNOTE:
[1] Mushthalah Hadits Ibnu Al-Utsaimin, hlm. 11
[2] HR. Al-Bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675
[3] Mushthalah Hadits Ibnu Al-Utsaimin, hlm. 11–12

No comments:

Powered by Blogger.