Pengertian Al-Quran, Hadits Qudsi, Hadits Nabawi dan Perbedaannya

Sunday, October 06, 2013

Pengertian al-Qur’an

Para ulama berbeda pendapat terkait dengan pengertian al-Quran dari segi etimologi. Muhammad Ali Daud dalam kitab Ulum al-Quran wa al-Hadits, menyebutkan enam pendapat berkenaan pengertian al-Quran dari segi etimologi ini, yaitu:

1. Imam Syafi’i berpendapat bahwa al-Quran merupakan nama yangindependent, tidak diderivasi dari kosakata apapun. Ia merupakan nama yang khusus digunakan untuk firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.

2. Menurut Imam al-Fara’ kata al-Quran diderivasi dari noun (kata benda)qarain, bentuk jama’ (plural) dari qarinah yang mempunyai arti indikator. Menurutnya, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad disebut dengan al-Quran karena sebagian ayatnya menyerupai sebagian ayat yang lain, sehingga seakan-akan ia menjadi indikator bagi sebagian ayat yang lain tersebut.

3. Imam al-Asy’ari dan sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa kata al-Quran diderivasi dari masdar (abstract noun, kata benda abstrak)qiran yang mempunyai arti bersamaan atau beriringan. Menurut mereka, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad disebut dengan al-Quran karena surat, ayat, dan huruf yang ada di dalamnya saling beriringan.

4. Imam al-Zajaj berpendapat bahwa kata al-Quran diderivasi dari noun(kata benda) qur-u yang mempunyai arti kumpulan. Menurut al-Raghib, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dinamakan dengan al-Quran karena ia mengumpulkan intisari beberapa kitab yang diturunkan sebelum al-Quran.

5. Sebagian ulama mutaakhirin tidak sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa al-Quran bersumber dari fi’il (verb, kata kerja) qaraayang mempunyai arti mengumpulkan dengan dalil firman Allah:

Ø¥ِÙ†َّ عَÙ„َÙŠْÙ†َا جَÙ…ْعَÙ‡ُ ÙˆَÙ‚ُرْآنَÙ‡ُ
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”. (Q. S al-Qiyamah: 17).

Menurut mereka, kata kerja qaraa mempunyai arti memperlihatkan atau memperjelas. Dengan demikian, orang yang sedang membaca al-Quran berarti ia sedang memperlihatkan dan mengeluarkan al-Quran.

6. Menurut al-Lihyani kata al-Quran diderivasi dari fi’il qaraa yang mempunyai arti membaca. Oleh karena itu, kata al-Quran merupakanmasdar yang sinonim dengan kata qiraah. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling kuat.[1]

Adapun definisi al-Quran secara terminologi adalah Firman Allah yang berbahasa Arab, dapat melemahkan musuh, diturunkan kepada Nabi Muhammad, ditulis di dalam mushaf, dan ditranformasikan secara tawattur[2] serta membacanya termasuk ibadah[3].

Pengertian Hadits Qudsi

Secara etimologi Hadits Qudsi merupakan nisbah[4] kepada kata Quds[5] yang mempunyai arti bersih atau suci[6]. Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits qudsi terdapat dua versi. Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik dalam sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai Yang kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan tersebut berasal dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering memakai قال الله تعالى. [7]

Pengertian Hadits Nabawi

Hadits (baru) dalam arti bahasa lawan dari kata qadim (lama). Dan, yang dimaksud hadis ialah setiap kata-kata yang diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia, baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya maupun wahyu; baik dalam keadaan jaga maupun dalam keadaan tidur. [sumber] baca selengkapnya Pengertian Hadits & Ilmu Hadits. Adapun menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi'li), persetujuan (taqrir), maupun sifat (wasfi).
Baca selengkapnya tentang definisi atau pengertian dari Hadits Nabawi disini Pengertian Hadits Nabawi

Antara Alquran, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi

  • Alquran: lafal dan maknanya dinisbahkan kepada Allah.
  • Hadis nabawi: lafal dan maknanya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Hadis qudsi: maknanya dinisbahkan kepada Allah sedangkan lafalnya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perbedaan Ketiganya

Setelah kita mengetahui masing-masing dari definisi al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi, maka ada baiknya kita juga membahas tentang perbedaan ketiga hal tersebut.

Perbedaan antara al-Quran dengan Hadits Qudsi:
  1. Al-Quran mampu mengungguli sastra Arab yang waktu itu merupakan sastra yang terbaik, sehingga orang Arab tidak mampu membuat karya sastra[8] yang seindah dan sebaik al-Quran, walaupun hanya satu surat. Tidak demikan halnya dengan Hadits Qudsi[9].
  2. Lafadz dan arti al-Quran berasal dari Allah. Sedangkan Hadits Qudsi, artinya berasal dari Allah, akan tetapi lafadznya dari Nabi Muhammad[10].
  3. Tidak boleh meriwayatkan al-Quran secara makna. Adapun Hadits Qudsi, boleh meriwayatkannya secara makna[11].
  4. Al-Quran tidak boleh dipegang oleh orang yang mempunyai hadats. Al-Quran juga tidak boleh dibaca oleh orang yang mempunyai hadats besar. Dua larangan ini tidak berlaku di dalam Hadits Qudsi[12].
  5. Al-Quran harus dibaca di dalam shalat. Sedangkan Hadits Qudsi, apabila dibaca di dalam shalat maka dapat menyebabkan shalat menjadi batal[13].
  6. Al-Quran ditransformasikan secara tawattur. Oleh karena itu, ia berstatusqath’i al-tsubut. Adapun mayoritas Hadits Qudsi ditransformasikan secara ahad (individual), sehingga ia berstatus dhanni al-Tsubut.
  7. Orang yang mengingkari al-Quran terkategorikan sebagai orang kafir, karena al-Quran bersifat qath’i al-Tsubut. Sedangkan orang yang mengingkari Hadits Qudsi tidak dianggap orang kafir, karena Hadits Qudsi bersifat dhanni al-Tsubut[14].
  8. Membaca al-Quran termasuk ibadah. Satu huruf al-Quran sebanding dengan 10 kebaikan. Hal ini tidak berlaku pada Hadits Qudsi[15].
  9. Di dalam al-Quran terdapat penamaan ayat dan surat untuk kalimat-kalimatnya. Tidak demikian dengan Hadits Qudsi[16].
Pebedaan antara Hadits Nabawi dengan Hadits Qudsi antara lain:
  1. Hadits Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun Hadits Qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya berstatus sebagai penyambung lidah dari-Nya[17].
  2. Bentuk Hadits Nabawi ada dua macam[18]: 1. Tauqifi, yaitu hadits yang kandungannya diterima oleh Nabi Muhammad melalui wahyu, kemudian beliau sampaikan kepada umatnya. 2. Taufiqi, yaitu hadits yang tercipta murni dari pemahaman Nabi Muhammad terhadap al-Quran, atau dari perenungan dan ijtihad beliau[19]. Adapun keseluruhan kandungan Hadits Qudsi bersumber dari Allah.
Ulumul Hadits terdiri dari dua kata yaitu ulum dan hadits. Kata ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ilm. Jadi artinya “ilmu”, sedangkan Al-Hadits menurut kalangan para ulama adalah “segala sesuatu yang disadarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat”. Jadi apabila di gabung kata ulum Al-Hadits dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu yang mempelajari atau membahas yang berkaitan dengan Hadits Nabi SAW.

Sedangkan menurut As-Suyuthi beliau mengemukakan pendapatnya tentang ilmu Hadits yaitu ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan Hadits sampai kepada Rasul SAW, dari segi hal ikhwan para perawnya yang menyangkut ke dhabitan dan keadilannya dan bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya. Penulisan ilmu-ilmu Hadits secara parsial dilakukan oleh para ulama pada abad ke-3 H. [20]


FOOTNOTE:
[1] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, (Oman: Dar al-Bashir, t.th), hlm 9-10.
[2] Tawattur adalah periwayatan yang dilakukan oleh minimal 10 orang.
[3] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 10.
[4] Suatu bentuk struktur kata dalam sastra Arab.
[5] Dalam pembahasan ini, penulis sengaja tidak menguraikan satu-persatu arti etimologis dari kata Hadits dan Qudsi, akan tetapi hanya menjelaskan arti etimologis dari kata Qudsi, karena dalam pembahasan sebelumnya, penulis telah menyinggung arti etimologis dari kata hadits.
[6] Al-Sayyid Muhammad Ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-Syarif, hlm 53.
[7] Ujaj al-Khatib, Ushul al-Hadits …., hlm 28
[8] Baik dalam bentuk syair, puisi dan karya sastra lainnya.
[9] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 19-20.
[10] Al-Sayyid Muhammad Ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-Syarif, hlm 55.
[11] Keterangan tersebut terdapat di footnote (catatan kaki) Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm 29.
[12] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 21.
[13] Keterangan tersebut terdapat di footnote (catatan kaki) Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm 30.
[14] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 20-21.
[15] Al-Sayyid Muhammad Ibn ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-Syarif, hlm 54.
[16] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 21.
[17] Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm 30.
[18] Ditinjau dari proses terciptanya hadits.
[19] Manna’ al-Qathan, Mabahis fi Ulum al-Quran, (tt, 1973), hlm 27.
[20] http://haditsilmu.blogspot.com/2011/07/pengertian-ilmu-hadits.html
http://pecintamanhajsalaf.wordpress.com/2011/09/28/perbedaan-antara-al-quran-hadits-qudsi-dan-hadits-nabawi/
http://alquranmulia.wordpress.com/2013/04/09/perbedaan-hadits-qudsi-dengan-hadits-nabawi/

1 comment:

Powered by Blogger.