Pengertian Sunnah
Ketahuilah saudariku, kaidah penting yang harus kita pahami bahwa setiap kata yang datang dari Allah dan Rasul-Nya harus kita maknai dengan makna syar’i dan bukan dengan makna bahasa.
Sunnah Secara Bahasa
Sunnah secara bahasa bermakna metode (thoriqoh), jalan (sabiil). Salah satu dalil yang menunjukkan makna ini adalah hadits dari Abu ‘Amr Jarir ibn ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang memulai sunnah yang baik dalam Islam, maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikuti amal itu setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai sunnah kejelekan maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengikuti setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)Sebab hadits ini turun terdapat dalam hadits yang panjang yang menceritakan tentang sekelompok orang dari suku Mudhar yang datang ke Madinah dalam keadaan hampir telanjang dengan hanya memakai kain shuf tebal dengan bergaris-garis yang dilubangi dari kepala. Hingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang untuk bersedekah. Hingga datanglah seorang dari Anshar yang memberikan sedekah dengan membawa pundi-pundi besar dan hampir tidak kuat untuk mengangkatnya. Akhirnya setelah orang ini, orang-orang pun mengikuti memberikan sedekah.
Maka perlu menjadi catatan di sini bahwa sunnah hasanah yang dimaksud dalam hadits ini tidak dapat dimaknai dengan bid’ah hasanah. Terdapat beberapa alasan, yaitu pertama, melihat dari sebab turunnya hadits ini yaitu tentang bersedekah, maka orang itu tidaklah berbuat bid’ah. Kedua, dalam hadits disebutkan tentang sunnah yang baik dalam Islam, sedangkan bid’ah bukan berasal dari Islam. Ketiga, dalam hadits disebutkan adanya sunnah hasanah dan sayi’ah. Padahal setiap bid’ah adalah sesat. Keempat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hasanah (baik) dan sayi’ah (buruk). Padahal dalam ibadah tidaklah kita bisa menilainya dari akal, maka bagaimana kita bisa menilai suatu ibadah itu hasanah atau syai’ah (terutama teruntuk orang-orang yang menjalankan bid’ah dan menganggap itu adalah bid’ah hasanah karena menganggap amalan mereka adalah baik).
Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
As-Sunnah menurut istilah syari'at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi'il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri (pensyariatan) bagi ummat Islam [Qawaa'idut Tahdits (hal. 62), Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad 'Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr. Mahmud ath-Thahhan.] Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd Al ‘Abbad dalam kitab Al Hatstsu menjelaskan bahwa kata sunnah memiliki empat penggunaan, yaitu:
1. Sunnah dengan makna setiap yang datang dalam Al-Qur’an dan Hadits maka ia adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah jalan yang dilalui oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Tentang hal ini, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فمَن رغب عن سنَّتي فليس منِّي
Artinya: “Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah termasuk umatku.”(HR. Bukhari [5063] dan Muslim [1401])
2. Sunnah dengan makna hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu segala hal yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat (baik fisik/moral), ketetapan dan perjalanan Nabi baik sebelum atau sesudah menjadi Nabi. Penggunaan ini dimaknai demikian ketika kata “sunnah” disebutkan bersamaan dengan kata “Al-Qur’an”. Dalilnya adalah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
يا أيُّها الناس! إنِّي قد تركتُ فيكم ما إن اعتصمتم به فلَن تضلُّوا أبداً: كتاب الله وسنَّة نبيِّه صلى الله عليه وسلم
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya, maka tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dan sabdanya, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah berpegang dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Hakim dalam Mustadrok[1/93]). Dalil yang lain adalah perkataan para ulama ketika menyebutkan beberapa masalah dan perkara ini didasarkan pada Kitab (Al-Qur’an), Sunnah dan Ijma.
3. Sunnah digunakan sebagai lawan dari bid’ah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Irbadh Ibn Sariyah,
فإنَّه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً، فعليكم بسنَّتي وسنَّة الخلفاء المهديين الراشدين، تمسَّكوا بها وعضُّوا عليها بالنواجذ، وإيَّاكم ومحدثات الأمور؛ فإنَّ كلَّ محدثة بدعة، وكلَّ بدعة ضلالة
“Maka sesungguhnya barangsiapa dari kalian yang berumur panjang, akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah khalifah yang mendapatkan hidayah dan bimbingan. Peganglah kuat-kuat dan gigitlah dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah -pen). Karena segala perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Abu Dawud (4607) – dan ini adalah lafadznya – dan Tirmidzi (2676) dan Ibnu Majah (43 – 44) Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shohih”)
4. Sunnah digunakan dengan makna mandub atau mustahab (yang dicintai), yaitu suatu perintah dalam bentuk anjuran dan tidak dengan bentuk pewajiban. Istilah ini digunakan oleh para ahli fiqih. Contohnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لولا أن أشقَّ على أمَّتي لأمرتهم بالسواك عند كلِّ صلاة
“Sekiranya tidaklah memberatkan umatku, maka aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat.” (HR. Bukhari [887] dan Muslim [252]).
Dalam penyebutan kata sunnah secara umum maka dimaknai dengan makna pertama yaitu syari’at yang sempurna ini. Setelah mengetahui makna sunnah baik secara bahasa dan secara istilah syar’i, maka hendaklah kini kita lebih berhati-hati dalam menjalankan amal ibadah kita. Semoga tidak ada yang terjebak dengan istilah sunnah hasanah dengansunnah sayi’ah sehingga seseorang memaknai adanya bid’ah hasanah dan sayi’ah dan menganggap amalan yang dia kerjakan adalah ibadah dan termasuk bid’ah hasanah. Dan juga semoga tidak ada yang beralasan tidak menjalankan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi w asallam yang merupakan kewajiban baginya – misalnya memakai jilbab yang syar’i, makan dan minum dengan tangan kanan dan yang lainnya – dengan beralasan itu adalah sunnah (dengan makna mustahab).
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Fikih
Adapun jika dilihat dari sudut terminologi atau secara istilah, maka makna sunnah sangat beragam tergantung konteks kata sunnah itu sendiri. Hal inilah yang kerap kali mengharuskan kita untuk lebih hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam mencerna kata sunnah yang terdapat dalam sebuah pernyataan. Karena pengertian yang banyak ini pulalah, kita harus pandai menempatkannya ke dalam makna yang tepat dan dibenarkan oleh syariat.Kita mulai dari definisi yang familiar di kalangan mayoritas manusia, yaitu definisi menurut para fuqaha (ulama pakar dalam disiplin ilmu fikih). Menurut mereka, sunnah adalah suatu amal yang dianjurkan oleh syariat namun tidak mencapai derajat wajib atau harus.
As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah.[Lihat kitab Irsyaadul Fuhuul asy-Syaukani (hal. 32), Fat-hul Baari (XIII/245-246), Mafhuum Ahlis Sunnah wal Jama'ah 'inda Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 37-43)]
Dalam versi lain, dan inilah yang masyhur, sunnah adalah segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka tidak berdosa. Makna ini memiliki beberapa kata yang serupa yaitu mustahab (dianjurkan) ataupun mandub, salah satu tingkatan hukum-hukum syariat yang lima: wajib, haram, makruh, mubah, dan sunnah.
Ini termasuk makna sunnah yang cukup sempit. Dalam artian, definisi ini hanya mencakup amal yang dihukumi sebagai mustahab. sunnah dalam makna ini terbagi menjadi dua: sunnah muakadah (dikuatkan atau sangat dianjurkan) dan sunnah yang tidak muakadah. Contoh jenis pertama seperti puasa senin-kamis, salat rawatib, dan lain sebagainya. Sedangkan sunnah untuk jenis kedua seperti salat dua rakaat sebelum salat Magrib.
Akan tetapi, perlu diketahui, bahwa tidak diperkenankan bagi kita untuk menafsirkan kalimat sunnah di dalam hadis Rasulullah, perkataan sahabat, tabiin, atau imam-imam besar dengan makna mustahab. Karena sejatinya sunnah itu lebih umum dari penamaan ini. sunnah terkadang meliputimustahab, dan terkadang wajib, bahkan hal-hal yang jika diingkari menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam kekufuran. Oleh karena itu, sebagian ulama salaf abad ketiga yang menulis kitab-kitab mereka dengan judul As-Sunnah mencakup pembahasan akidah yang wajib diyakini dan mengingkarinya adalah kekufuran. Seperti kitab As-Sunnah karya Imam Ibnu Abi Ashim, Imam Ahmad, Imam Al-Marwazi, dan selain mereka.
Karenanya, tidak selayaknya kita menggiring kata sunnah yang terdapat pada ucapan sahabat, tabiin, atau imam-imam besar lainnya dengan maknamustahab semata secara mutlak.
sunnah dalam versi ini memiliki makna yang lebih luas. Ia tidak hanya menghimpun amal ibadah yang hukumnya sunnah, akan tetapi juga hal-hal yang dihukumi wajib oleh ulama ahli fikih. Oleh sebab itu, jika mendengar suatu pernyataan ini adalah sunnah atau disunnahkan, tidak berarti hukumnya sunnah. Bisa jadi wajib, karena yang dimaksud sunnah tersebut adalah sunnah menurut ulama ahli hadis.
Dari definisi sunnah yang telah dijelaskan, terdapat beberapa bentuk sunnah yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
Sunnah qauliyyah atau sunnah yang berupa perkataan adalah hadis yang memuat ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu contohnya ialah hadis yang diriwayatkan Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhu. Dia menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
Adapun sunnah fi’liyyah atau sunnah yang berupa perbuatan yaitu seorang sahabat menukilkan kepada kita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat seperti ini dan seperti itu, meninggalkan ini dan itu, sebagaimana perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
Hal ini merupakan sunnah yang berwujud perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di antara sunnah fi’liyyah lainnya adalah apa yang bersumber dari Rasulullah berupa perbuatannya yang menjelaskan tentang salat, zakat, puasa, haji, dan selainnya. Hal ini pun termasuk sunnah fi’liyyah.
Adapun sunnah taqririyyah adalah ketika seseorang sahabat misalnya menceritakan atau mengerjakan suatu perbuatan di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa beliau saat wahyu masih turun, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau wahyu menetapkannya, tanpa diingkari maupun diubah. Inilah taqrir menurut syariat di untuk suatu perbuatan.
Adapun sifat khuluqiyyah adalah sesuatu yang disampaikan para sahabat berkaitan dengan bagaimana akhlak, perilaku, dan perangai Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana di saat Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya ihwal akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun menjawab,
Sedangkan sifat khalqiyyah ia adalah sesuatu yang disampaikan oleh para sahabat berkenaan dengan sifat fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadis bahwa Rasulullah itu berbadan sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek. Diceritakan pula bahwa wajah beliau putih, bak rembulan. Juga dikabarkan bahwa Rasulullah seperti ini dan seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan tentang sifat fisik beliau.
Adapun yang berupa sifat fisik maupun akhlak, maka itu tidak termasuk sunnah. Begitu pula yang terjadi sebelum diutusnya beliau menjadi Nabi, atau yang berasal dari para Nabi sebelumnya, maupun generasi setelahnya, yaitu sahabat, tabiin, dan selainnya, maka hal itu pun bukan termasuk sunnah dalam pandangan disiplin ilmu mereka.
Atau dalam arti lain, sunnah bukan hanya sesuatu yang dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi sunnah juga merupakan segala hal yang dijelaskan oleh Al Qur’an, sunnah, kaidah syar’iyyah, atau yang semisalnya. Makna sunnah ini otomatis menggambarkan agama Islam secara keseluruhan.
Hadis yang memuat pengertian ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
Dengan mengetahui makna-makna sunnah di atas, semoga hati kita semakin lapang dalam memahami suatu permasalahan. Janganlah menyempitkan sesuatu yang sejatinya luas. Ketika mendengar kata sunnah, maka sudah selayaknya kita tidak mencukupkan diri dengan memaknainya sebagaimustahab atau yang dianjurkan. Sebaliknya, kita pun harus pandai memilah kata yang tepat jika hendak menyampaikan suatu hal. Misalkan merinci makna sunnah yang dimaksud, dengan mengucapkan, “Perbuatan ini adalah sunnah Nabi yang hukumnya wajib.” Atau bisa pula dengan mengatakan, “Amal ini hukumnya sunnah alias mustahab.”
Sering kita menyebut Kitabullaah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maksudnya adalah Sunnah sebagai sumber nilai tasyri. Al-Qur'an menyifatkan As-Sunnah dengan makna hikmah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Maksud penyebutan Al-Kitab pada ayat-ayat di atas adalah Al-Qur'an. Dan yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah As-Sunnah.
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
Para Salafush Shalih memberi makna As-Sunnah dengan agama dan syari'at yang dibawa oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam secara mutlak dalam masalah ilmu dan amal, dan apa-apa yang diterima oleh para Shahabat, Tabi'in dan Salafush Shalih dalam bidang aqidah maupun furu'
.
Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu berkata,
Semoga tulisan singkat ini bisa meluruskan kesalahpahaman kita dalam memaknai kata sunnah dan memotivasi kita untuk terus menuntut ilmu karena ilmu agama ini begitu luas.
Daftar Pustaka
Dalam versi lain, dan inilah yang masyhur, sunnah adalah segala perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka tidak berdosa. Makna ini memiliki beberapa kata yang serupa yaitu mustahab (dianjurkan) ataupun mandub, salah satu tingkatan hukum-hukum syariat yang lima: wajib, haram, makruh, mubah, dan sunnah.
Ini termasuk makna sunnah yang cukup sempit. Dalam artian, definisi ini hanya mencakup amal yang dihukumi sebagai mustahab. sunnah dalam makna ini terbagi menjadi dua: sunnah muakadah (dikuatkan atau sangat dianjurkan) dan sunnah yang tidak muakadah. Contoh jenis pertama seperti puasa senin-kamis, salat rawatib, dan lain sebagainya. Sedangkan sunnah untuk jenis kedua seperti salat dua rakaat sebelum salat Magrib.
Akan tetapi, perlu diketahui, bahwa tidak diperkenankan bagi kita untuk menafsirkan kalimat sunnah di dalam hadis Rasulullah, perkataan sahabat, tabiin, atau imam-imam besar dengan makna mustahab. Karena sejatinya sunnah itu lebih umum dari penamaan ini. sunnah terkadang meliputimustahab, dan terkadang wajib, bahkan hal-hal yang jika diingkari menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam kekufuran. Oleh karena itu, sebagian ulama salaf abad ketiga yang menulis kitab-kitab mereka dengan judul As-Sunnah mencakup pembahasan akidah yang wajib diyakini dan mengingkarinya adalah kekufuran. Seperti kitab As-Sunnah karya Imam Ibnu Abi Ashim, Imam Ahmad, Imam Al-Marwazi, dan selain mereka.
Karenanya, tidak selayaknya kita menggiring kata sunnah yang terdapat pada ucapan sahabat, tabiin, atau imam-imam besar lainnya dengan maknamustahab semata secara mutlak.
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Hadits
Para muhadditsun (ulama pakar hadis) mendefinisikan sunnah sebagai segala hal yang disandarkan kepada Nabi, baik itu berupa perkataan, perbuatan,taqrir (ketetapan), maupun sifat perangai atau sifat fisik. Baik sebelum diutus menjadi nabi ataupun setelahnya.sunnah dalam versi ini memiliki makna yang lebih luas. Ia tidak hanya menghimpun amal ibadah yang hukumnya sunnah, akan tetapi juga hal-hal yang dihukumi wajib oleh ulama ahli fikih. Oleh sebab itu, jika mendengar suatu pernyataan ini adalah sunnah atau disunnahkan, tidak berarti hukumnya sunnah. Bisa jadi wajib, karena yang dimaksud sunnah tersebut adalah sunnah menurut ulama ahli hadis.
Dari definisi sunnah yang telah dijelaskan, terdapat beberapa bentuk sunnah yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
Sunnah qauliyyah atau sunnah yang berupa perkataan adalah hadis yang memuat ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu contohnya ialah hadis yang diriwayatkan Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhu. Dia menceritakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Adapun sunnah fi’liyyah atau sunnah yang berupa perbuatan yaitu seorang sahabat menukilkan kepada kita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat seperti ini dan seperti itu, meninggalkan ini dan itu, sebagaimana perkataan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ الدُّبَّاءَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai labu.” (HR. Tirmidzi, dalam Asy-Syama-il no. 161, Ad-Darimi 2/101, dan Ahmad no. 2/174)
Hal ini merupakan sunnah yang berwujud perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di antara sunnah fi’liyyah lainnya adalah apa yang bersumber dari Rasulullah berupa perbuatannya yang menjelaskan tentang salat, zakat, puasa, haji, dan selainnya. Hal ini pun termasuk sunnah fi’liyyah.
Adapun sunnah taqririyyah adalah ketika seseorang sahabat misalnya menceritakan atau mengerjakan suatu perbuatan di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa beliau saat wahyu masih turun, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau wahyu menetapkannya, tanpa diingkari maupun diubah. Inilah taqrir menurut syariat di untuk suatu perbuatan.
Adapun sifat khuluqiyyah adalah sesuatu yang disampaikan para sahabat berkaitan dengan bagaimana akhlak, perilaku, dan perangai Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana di saat Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya ihwal akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau pun menjawab,
فَإِنَّ خُلُقَ نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ الْقُرْآنَ
“Akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Alquran.” (HR. Muslim, no. 1773)
Sedangkan sifat khalqiyyah ia adalah sesuatu yang disampaikan oleh para sahabat berkenaan dengan sifat fisik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadis bahwa Rasulullah itu berbadan sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek. Diceritakan pula bahwa wajah beliau putih, bak rembulan. Juga dikabarkan bahwa Rasulullah seperti ini dan seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan tentang sifat fisik beliau.
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli Ushul Fikih
Para ulama usul fikih mengungkapkan pengertian sunnah berupa sumber hukum pensyariatan Islam setelah Alquran. Atau bisa diartikan sebagai segala hal yang disandarkan kepada Nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir atau ketetapan. Hal itu dikarenakan ulama usul hanya melihat sunnah dari sisi pendalilan. Dan dalil itu hanyalah mencakup perkataan, perbuatan, dan ketetapan.Adapun yang berupa sifat fisik maupun akhlak, maka itu tidak termasuk sunnah. Begitu pula yang terjadi sebelum diutusnya beliau menjadi Nabi, atau yang berasal dari para Nabi sebelumnya, maupun generasi setelahnya, yaitu sahabat, tabiin, dan selainnya, maka hal itu pun bukan termasuk sunnah dalam pandangan disiplin ilmu mereka.
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ulama Aqidah
Menurut ulama akidah, sunnah adalah antonim atau lawan kata dari bidah. Jadi, setiap amal perbuatan yang ada contoh dan tuntunannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan perkara yang diada-adakan dalam agama, maka ini masuk dalam kategori sunnah.Atau dalam arti lain, sunnah bukan hanya sesuatu yang dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi sunnah juga merupakan segala hal yang dijelaskan oleh Al Qur’an, sunnah, kaidah syar’iyyah, atau yang semisalnya. Makna sunnah ini otomatis menggambarkan agama Islam secara keseluruhan.
Hadis yang memuat pengertian ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة
“Maka dari itu, wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian! Dan berhati-hatilah terhadap perkara baru yang diada-adakan dalam agama. Karena setiap perkara yang baru dalam agama itu adalah bidah dan setiap bidah itu sesat.” (HR. Abu Dawud, no. 4607, dan Tirmidzi, no. 2677)
Dengan mengetahui makna-makna sunnah di atas, semoga hati kita semakin lapang dalam memahami suatu permasalahan. Janganlah menyempitkan sesuatu yang sejatinya luas. Ketika mendengar kata sunnah, maka sudah selayaknya kita tidak mencukupkan diri dengan memaknainya sebagaimustahab atau yang dianjurkan. Sebaliknya, kita pun harus pandai memilah kata yang tepat jika hendak menyampaikan suatu hal. Misalkan merinci makna sunnah yang dimaksud, dengan mengucapkan, “Perbuatan ini adalah sunnah Nabi yang hukumnya wajib.” Atau bisa pula dengan mengatakan, “Amal ini hukumnya sunnah alias mustahab.”
Di antara makna Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang difahami oleh para Shahabat dan Salafush Shalih ridhwanullaah 'alaihim ajma'in adalah sebagai sumber kedua setelah Al-Qur'anul Karim
Sering kita menyebut Kitabullaah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maksudnya adalah Sunnah sebagai sumber nilai tasyri. Al-Qur'an menyifatkan As-Sunnah dengan makna hikmah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Ya Rabb kami, utuslah kepada mereka seorang Rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat-Mu kepada mereka dan mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepada mereka dan mensucikan mereka (dari kelakuan-kelakuan yang keji), sesungguhnya Engkau Mahamulia lagi Mahabijaksana"..[QS. Al-Baqarah: 129]
"Sesungguhnya Allah telah memberi karunia bagi orang-orang yang beriman, ketika Dia mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayatNya dan membersihkan mereka (dari sifat-sifat jahat), dan mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata."..[QS. Ali-Imran: 164]
"... Dan Allah telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah dan mengajarkanmu apa-apa yang tidak kamu ketahui. Dan karunia Allah kepadamu amat besar"..[QS. An-Nisaa : 113]
"Sebutlah apa-apa yang dibacakan dalam rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Mengetahui". [QS. Al-Ahzaab: 34]
"Dia-lah yang mengutus kepada ummat yang ummi seorang Rasul dari antara mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya. Yang membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata". [QS. Al-Jumu'ah: 2]
Maksud penyebutan Al-Kitab pada ayat-ayat di atas adalah Al-Qur'an. Dan yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah As-Sunnah.
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
"Allah menyebut Al-Kitab, yang dimaksud adalah Al-Qur-an dan menyebut Al-Hikmah. Aku mendengar di negeriku dari para ahli ilmu yang mengerti Al-Qur'an berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah". [Ar-Risaalah (hal. 78 no. (252)), tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah.]Qatadah rahimahullah berkata,
"Yang dimaksud Al-Hikmah adalah As-Sunnah".. Begitu pula penjelasan dari al-Hasan al-Bashri. [Lihat Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama'ah oleh Imam al-Lalikaaiy (I/78 no. 70-71), tahqiq Dr. Ahmad Sa'ad Hamdan]Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu...".[QS. An-Nisaa : 59]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
"Taat kepada Allah dengan mengikuti Kitab-Nya dan taat kepada Rasul adalah mengikuti dan As-Sunnah"..[Tafsir Ibnu Katsir (I/568)]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
"Banyak dari Salafush Shalih berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah".. Karena sesungguhnya yang dibaca di rumah-rumah isteri Nabi Radhiyalahu anhuna selain Al-Qur-an adalah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda. "Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab dan yang sepertinya bersamanya".. [HSR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131)]Hasan bin Athiyyah rahimahullah berkata,
"Jibril Aalaihis sallam turun kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa As-Sunnah sebagaimana Al-Qur'an. Mengajarkan As-Sunnah itu sebagaimana ia mengajarkan Al-Qur'an"..[Fatawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (III/366).]Dan lihat pula kitab-kitab tafsir yang menafsirkan ayat ini (QS. Al-Ahzaab: 34) dalam Tafsir Ibnu Katsir dan lainnya dari tafsir Al-Qur-an bil ma'tsur..
Para Salafush Shalih memberi makna As-Sunnah dengan agama dan syari'at yang dibawa oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam secara mutlak dalam masalah ilmu dan amal, dan apa-apa yang diterima oleh para Shahabat, Tabi'in dan Salafush Shalih dalam bidang aqidah maupun furu'
.
Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu berkata,
"Sunnah itu adalah tali Allah yang kuat"..[Asy-Syahru wal Ibanah, Ibnu Baththah al-'Ukbary (no. 49).]Abdullah bin ad-Dailamy rahimahullah (dari pembesar Tabi'in) berkata,
"Telah sampai kepadaku bahwa awal hilangnya agama ini adalah karena manusia meninggalkan As-Sunnah". [Sunan ad-Darimi (I/45)]Imam al-Lalika-i membawakan penafsiran ayat.
"Kemudian kami jadikan kamu di atas syari'at dari perintah, maka ikutilah...". [QS. Al-Jaatsiyah: 18]
"Yakni engkau berada di atas Sunnah". [Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama'ah oleh Imam al-Lalika-i (I/76-77 no. 66)]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
"Sesungguhnya As-Sunnah itu adalah syari'at, yakni apa-apa yang disyari'atkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari agama (ini)"..[Majmu' Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (IV/436).]As-Sunnah adalah yang dimaksud dengan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih.
Semoga tulisan singkat ini bisa meluruskan kesalahpahaman kita dalam memaknai kata sunnah dan memotivasi kita untuk terus menuntut ilmu karena ilmu agama ini begitu luas.
Daftar Pustaka
- As-Suhaimi, Abdussalam bin Salim. 1426 H. Kun Salafiyyan ‘ala Jaaddah. Darul Minhaj: Kairo Mesir.
- Bazmul, Muhammad Umar. 1428 H. Fadhlu Ittiba’ as-Sunnah, dari Arsip Mutallaqaa Ahli at-Tafsir. Maktabah Syamilah.
- Nuryusmansyah, Roni. 2011. Catatan kuliah Usul Fikih di STDI Imam Syafi’i Jember bersama Ust. Sabilul Muhtadin, Lc.
- Al Hatstsu ‘ala Ittiba’is Sunnati wa Tahdziru minal bida’i wa Bayanu Khotoriha. Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd al ‘Abbad.
- Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M. Nashiruddin Al Albani jilid 1. Imam Nawawi. Cetakan Duta Ilmu. 2003.
- Penjelasan kitab Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal oleh Ustadz Aris Munandar (catatan kajian ilmiyah).
- Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Bab I : As-Sunnah Dan Definisinya, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005
No comments: